MEMBONGKAR ADAT LAMO PUSAKO USANG – Seri 305
Oleh: H. Aulia Tasman
Gelar Depati Muaro Langkap
Tanggal 14 Desember 2017
MENGUKUR KETUAAN NEGERI LEMPUR – (3)
Lempur Zaman Pamuncak
Sampai dengan zaman depati, khususnya keberadaan Depati Muaro Langkap yang diwariskan dari Sigindo Bauk kepada menantunya yang bernama Raden Serdang yang dipanggil dengan nama Tiang Bungkuk gelar Depati Muaro Langkap. Beberapa rujukan yang menguatkan bahwa Raden Serdang alias Tiang Bungkuk gelar Depati Muaro Langkap adalah:
1. Emral Djamal Datuk Rajo Mudo (1989), “Menelusuri Jejak Sejarah dan Salasilah Kerajaan Usali Kesultanan Inderapura di Pesisir Selatan – Sumatera Barat”. Halaman 22, menyebutkan:
“Dalam sejarahnya, di Kerinci ada empat kepala daerah terkemuka yang merdeka semuanya, yakni di daerah sepanjang Sungai Merangin. Kepala daerah itu adalah RADEN SERDANG Gelar DEPATI MUARA LANGKAP Tanjung Muara Sekiau. Di Pulau Sangkar DEPATI RENCONG TELANG, di Pengasi DEPATI BIANG SARI, dan di Hiyang DEPATI BATU HAMPAR (ATUR BUMI)”.
Disebutkan juga bahwa sewaktu Tumenggung Kebaruh (Kabul) Dibukit naik ke Kerinci waktu itu wilayah Kerinci dipimpin oleh Empat Depati yang merdeka, artinya keempat depati itu mempunyai wilayah sendiri-sendiri yang sifatnya otonom. Sewaktu kedatangan Tumenggung Kabul Dibukit, Depati Muara Langkap disandang oleh Raden Serdang atau Tiang Bungkuk, yaitu gelar yang kedua (gelar pertama disandang oleh Sigindo Bauk gelar Depati Muaro Langkap, kemudian yang kedua diturunkan kepada menatunya Raden Serdang atau Tiang Bungkuk gelar Depati Muaro Langkap). Sedangkan tiga depati lainnya tidak disebutkan nama siapa yang menyandang gelar depati masing-masing wilayahnya.
Sedangkan dalam keempat wilayah kedepatian tersebut mempunyai persatuan dengan nama PEMERINTAHAN DEPATI IV ALAM KERINCI.
2. Menurut sejarah Jambi, disebutkan bahwa Pangeran Mangku Negoro yang bergelar Tumenggung Kabul Dibukit adalah utusan Kerajaan Melayu Jambi Tanah Pilih yang ditempatkan sebagari Wakil Raja bertempat di Muaro Masumai (Bangko sekarang) yang menguasai daerah Merangin dan Kerinci. Beliau diangkat oleh Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar yang memerintah tahun 1615 s.d 1643 Mesihi.
Dengan demikian sewaktu Tumenggung Kabul Dibukit datang ke Kerinci dengan membawa hadiah berupa “Kain Sibulbulki” untuk dibagikan kepada keempat depati yang ada di Alam Kerinci.
3. Menurut Agus Cholip, M (2011) dalam bukunya Hukum Adat 9 Pucuk, Pucuk Jambi 9 Lurah, halaman 57 disebutkan bahwa orang yang menyandang gelar Depati Muaro Langkap sewaktu perang antara Kerinci dan Jambi tahun 1524-1526 Masehi adalah Tiang Bungkuk. Hanya saja disini terdapat perbedaan bahwa isteri beliau adalah Ratu Mas Putih (Puti Nilo Berhilo) anak dari Sunan Mangku Alam dari Kerajaan Majapahit di Zaman Sultan Agung.
Sedangkan menurut cerita yang turun temurun di Tamiai (di Kerinci) bahwa Raden Serdang atau Tiang Bungkuk kawin dengan anak Sigindo Bauk yang bernama Nai Meh Bulan. Mungkinkah Ratu Mas Putih adalah isteri pertamanya dan Nai Meh Bulan sebagai isteri keduanya? Tidak terdapat keterangan yang pasti atau yang mendukung pendapat dari Agus Cholip M tersebut.
Namun keterangan dari Agus Cholip M (2011) terdapat kekeliruan tahun kejadian dan nama pemerintahan. Disebutkan bahwa Ratu Mas Putih itu adalah anak Sunan Mangku Alam dari Kerajaan Majapahit di Zaman Sultan Agung. Disini kelirunya bahwa Sultan Agung memerintah di Kesultanan Mataram, seperti dalam kutipan dibawah ini:
“bahwa diantara tahun 1518 M – 1521 M, kerajaan Majapahit telah mengalami pergeseran politik dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus penguasa Demak. Bagaimana proses penaklukan Majapahit oleh Demak tidak dapat diketahui secara pasti. Sumber-sumber tradisi semacam Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan Serat Darmagandul hanya dengan samar-samar memberikan gambaran kepada kita tentang bagaiman berlangsungnya penaklukan Majapahit tersebut”. Kemudian Adipati Unus digantikan oleh Trenggono yang memerintah tahun 1521 s.d 1546 Msehi.
(http://majapahit1478.blogspot.com/2011/04/runtuhnya-kerajaan-majapahit.html)
Perhatikan pula kutipan dibawah ini:
“Sultan Agung dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”. Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman”.
(ttps://islammataram.wordpress.com/2014/03/11/sistem-pemerintahan-kerajaan-mataram-islam/)
Kesimpulannya:
Kerajaan Majapahit berpusat di Trowulan (Jawa Timur) dan berakhir sekitar tahun 1518 masehi, dan Sultan Agung diangkat menjadi raja di Kerajaan Mataram tahun 1613 Masehi yang berpusat Yogyakarta sekarang. Sedangkan menurut keterangan di atas bahwa seharusnya Tiang Bungkuk itu berada pada Zaman Kerajaan Demak abad ke 16 M pada masa pemerintahan Raja Trenggono tahun 1521-1546 Masehi bukan Zaman Majapahit abad je 15 M dan bukan pula Zaman Kerajaan Mataram sewaktu rajanya Sultan Agung abad me 17 M.
Jadi fakta sejarah dari Agus Cholip M ini tidaklah bisa diterima kebenaran mengenai isterinya bernama Ratu Mas Putih berasal dari Kerajaan Majapahit tidak sezaman dengan Kerajaan Majapahit dan juga nyatanya tidak se zaman dengan Sultan Agung.
4. Dengan informasi sejarah di atas bahwa Tiang Bungkuk gelar Depati Muaro Langkap yang kedua berada pada abad ke 16 masehi karena sewaktu perang Kerinci dengan Jambi terjadi tahun 1524-1526 masehi yang dipimpin langsung oleh Tiang Bungkuk.
Sementara itu Sigindo Sakti yang kawin dengan adik isteri Tiang Bungkuk yang bernama Nai Meh Kupak yaitu anak kedua dari Sigindo Bauk. Sehingga keberadaan Sigindo Sakti tentu se zaman dengan Tiang Bungkuk. Kemudian Sigindo Sakti membawa isteri dan keluarganya pindah ke Ujung Tanjung Muaro Sakiau (sebutan lain dari nama Lempur).
Dengan demikian pada abad ke 16 Masehi Negeri Lempur sudah ada.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah Negeri Lempur sudah ada sebelum abad ke 16 Masehi?
JAWABANNYA:
Tidak ada rujukan (bacaan) yang tersurat (tertulis) dalam bentuk piagam atau prasasti lain yang mendukung keberadaanya. Fakta sejarah yang ada hanya berupa cerita turun temurun sampai sekarang tentang peristiwa Zaman Pamuncak. Rujukan cerita (legenda) antara lain:
1. Pada zaman Pamuncak Nan Tigo Kaum, menurut legenda yang diceritakan turun-temurun bahwa nama Lempur tercipta karena adanya suatu peristiwa bahwa Pamuncak Tuo yang ada di Pulau Sangkar mengadakan acara Kenduri Sko dengan mengundang dua pamuncak lain (Pamuncak Tengah di Tanjung Kaseri – Serampas dan Pamuncak Bungksu di Koto Tapus – Sungai Tenang). Pada waktu itu Pamuncak Tengah tidak dapat hadir, maka diutuslah isteri dan anaknya Puti Ayu Maryam serta diutus beberapa orang dubalang untuk menjaga mereka di perjalanan menuju Pulau Sangkar.
Peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian sepulangnya dari Pulau Sangkar, bahwa di daerah Genah Padang Buku (Lempur bagian hilir sekarang) Puti Ayu Maryam terbenam dalam paya (rawa) dalam bahasa orang Lempur disebut dengan ”talempow – atat terlumpur di dalam payo”. Semenjak itu Genah Padang Buku (antara Lempur Hilir dan Lempur Tengah sekarang) daerah ini dalam perkembanganya disebut dengan tampek Talempow atau Ter-lumpur dan terakhir menjadi Lempur. Sejak itu daerah Ujung Tanjung Muaro Danau dan Dusun Genah Padang Buku atau Ujung Tanjung Muaro Sakeau bernama Dusun LEMPUR.
2. Menurut Agus Cholip M (2011), dalam bukunya Hukum Adat 9 Pucuk – Pucuk Jambi 9 Lurah, hal. 62, menyebutkan bahwa Zaman Pamuncak ada dari tahun 1320 – 1350 M (lebih kurang 30 tahun). – lihat gambar halaman 3.
Jika berpedoman dari tahun tersebut, maka kejadian Talempow – Ter-lumpur akhirnya menjadi Lempur ada pada Zaman Pamuncak, tentu perkembangan penyebutan dari Talempow – menjadi Ter-lumpur – dan Lempur mhngkin saja berproses lama dan mungkin tidak langsung pada Zaman Pamuncak atau mungkin sampai Zaman Depari. Tentu punya proses perubahan penyebutan waktu bertahun lamanya. Sehingga jika Zaman Pamuncak berada pada abad je 14 diperkirakan kata Lempur (Negeri Lempur) itu sudah ada paling tidak pada akhir abad ke 14 masehi.
3. Penyebutan nama Wilayah Pamuncak Nan Tiga Kaum masih sering digunakan sampai Zaman Depati, sehingga mungkin saja kejadian Talempow-Terlumpur-nya Ayu Maryam bisa jadi terjadi pada Zaman Depati. Atau mungkin pula keberadaan Raja Ceranting atau anak Sigindo Batinting (Raja Keminting) kejadiannya pada abad ke 15 atau 16 Masehi. Menurut sejarahnya Raja Ceranting bergelar Depati Rencong Telang (mulai jadi atau yang pertama).
Menurut informasi yang dikutip dari Emral Djamal (1989), halaman 22 (Gambar hal. 1) menyebutkan bahwa sewaktu Tumenggung Kabul Dibukit datang pertama kali ke Kerinci menemui seluruh Depati IV Alam Kerinci, bahwa yang menyandang gelar Depati Batu Hampar di Hiyang adalah Indrajati. Menurut rujukan yang sama Indrajati ini adalah suami Bundo Kandung yang datang ke Kerinci tahun 1523 masehi.
Sehingga dengan demikian Zaman Pamuncak terjadi sebelum Zaman Depati atau sesudah Zaman Sigindo walau waktunya singkat atau sekitar 30 tahun sepeti yang dikutip dari Agus Cholip M (2011) halaman 57 bahwa 1320-1350 Masehi. Kalau informasi ini benar maka Negeri Lempur sudah ada semenjak abad ke 14 masehi mengikuti kapan Zaman Pamuncak itu ada.
Kalaupun kebiasaan penyebutan Pamuncak Nan Tiga Kaum sampai pada Zaman Depati mulai abad ke 15 masehi (setelah Zaman Pamuncak), maka paling tidak Negeri Lempur sudah ada pada abad ke 15 masehi, atau paling awal adalah pada akhir abad ke 14 masehi.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.