Uncategorized

MALPU 304 – MENGUKUR KETUAAN NEGERI LEMPUR – (2)


MEMBONGKAR ADAT LAMO PUSAKO USANG – Seri 304

Oleh: H. Aulia Tasman
Gelar Depati Muaro Langkap
Tanggal 12 Desember 2017

MENGUKUR KETUAAN NEGERI LEMPUR – (2)

Lempur Zaman Depati

Sebagai kelanjutan dari kajian MALPU seri 303, pertanyaan terakhirnya pada seri kajian tersebut adalah “Apakah Negeri Lempur sudah ada sebelum Abad ke 17 masehi? Mungkinkah sudah ada sebelumnya? Berikut ini kutipan-kutipan sejarah dari beberapa rujukan:

5. Menurut Amri Payung, dkk (1969), dalam bukunya “Tambo Adat Lekuk 50 Tumbi”, hal. 6 dan 9 menyebutkan bahwa Sigindo Sakti (Si Rajo Elok atau Sultan Indra Bangsawan) hidup se zaman dengan Sigindo Batinting di Pulau Sangkar.
Sehubungan dengan itu, satu pertanyaan mengirinya adalah “apakah betul Surat Pas Jalan” Si Rajo Elok tertangga 23 Muharam itu betul tahun 1121 H (tahun 1709 Masehi)?

Pertanyaan terhadap tahun kejadian tersebut masih perlu dipertanyakan karena Si Rajo Elok (Sigindo Sakti) dan Sigindo adalah hidup se zaman, karena pada satu terjadi teguran kepada Sigindo Sakti oleh Sigindo Batinting akibat dari dari Sigindo Sakti setelah kawin dengan Nai Meh Kupak (anak Sigindo Bauk) pindah dari Tanjung Muaro Sekiau (Tamiai) ke hulu Sungai Lingkat yang bernama Ujung Tanjung Muaro Sekiau. Karena wilayah Ujung Tanjung Muaro Sekiau (Lempur Sekarang) berada pada dalam wilayah Sigindo Batinting, yang perintahnya bahwa Sigindo Sakti harus patuh dengan aturan adat Sigindo Batinting di Pulasu Sangkar.

Sehingga pada suatu kesempatan acara Kenduri Sko di Pulau Sangkar diundanglah Sigindo Sakti dari Lempur beserta keluarganya untuk hadir. Untuk menghormati undangan tersebut dengan perasaan yang kurang berkenan dengan teguran tersebut maka Sigindo Sakti membawa batang kayu besar ke Pulau Sangkar dan isterinya membawa daun-daun waru segenggam kiri segenggam kanan. Kayu tersebut disandarkan ke rumah gedang di Pulau Sangkar sehingga rumah tersebut menjadi miring, dan dengan sedikit marah Sigindo Batinting keluar dan dengan kesaktiannya memotong-motong kayu tersebut dengan tangannya sendiri sambil berkata “begini seharusnya duai” (duai adalah panggilan kebaiasaan terhadap seorang laki-laki yang kawin dengan adik perempuan) sampai kayu tersebut terbelah dan tersusun dengan baik.

Demikian pula isterinya yang membawa daun-daun tersebut mau diletakkan di dalam rumah sambil berkata untuk minta orang-orang untuk memberi ruang tempat agar namun mereka acuh karena daun yang dibawanya sedikit, akhirnya daun itu ternyata memenuhi ruangan dan banyak mereka yang terhimpit karenanya.

6. Sehubungan dengan itu, berdasarkan rujukan yang dikutip dari Encyclopaedisch Bureau (Aflevering VIII) dikatakan bahwa menurut cerita yang turun temurun dari mulut ke mulut, berangkatlah pada suatu ketika Raja Keminting, yaitu seorang saudara muda dari bekas Tuanku Raja Shah Alam Minangkabau, diiringkan oleh serombongan orang Minang dari Indrapura menuju Kerinci, lalu berhenti di dusun Bentok bahagian Rawang.

Siapakah Raja Keminting ?

Menurut Tambo Rajo-Rajo Minangkabau, justru Raja Keminting itu adalah cucu Hiyang Indrajati sendiri, yang datang dari Indrapura.

Dari empat orang anak Dang Tuanku dengan Putri Reno Kemuning Mego, salah seorang diantaranya bernama Dewang Peniting Putrawano, dan lebih terkenal pada zamannya sebagai Raja Keminting, di Pulau Sangkar, Kerinci. William Marsden (1811) telah menulis hasil penyelidikan dan peninjauannya itu ke dalam bukunya The History of Sumatera.

Raja Keminting yang berada di Pulau Sangkar dikenal dengan naman Sigindo Batinting atau Sigindo Sigarinting.
Menurut Emral Djamal Dtk Rajo Mudo dalam bukunya: “Menelusuri Jejak Sejarah Dan Salasilah Kerajaan Usali Kesultanan Indrapura Di Pesisir Selatan – Sumatera Barat” tahun 1999 menyebutkan bahwa kedatangan Raja Keminting ke Kerinci (Pulau Sangkar) adalah sekitar tahun 1563 Masehi.
Kesimpulannya: bahwa Sigindo Sakti berada di Lempur adalah sekitar akhir abad ke 16 masehi atau tahun keberadaan Sigindo Batinting di Pulau Sangkar.

7. Masih berkenaan dengan tahun keberadaan Sigindo Batinting (Pulau Sangkar) dan Sigindo sakti (dari Lempur), menurut rujukan lain yang dikutip dari “Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Inderapura” yang bersumber dari:http://kota-islam. blogspot.co.id/2014/07/sejarah-kerajaan-islam-kesultanan-inderapura.html, menyebutkan:

“Rumah Gadang Mandeh Rubiyah di Lunang, berfungsi museum penyimpan benda-benda peninggalan Bundo Kandung seorang raja putri Kerajaan Minangkabau yang mengirap (berjalan punya etape tertentu) kembali ke Lunang dari Kerajaan Pagaruyung pasca kalah perang melawan raja Tamiai Tiang Bungkuk (1520 Masehi)”.

Berdasarkan informasi di atas maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Sigindo Sakti hidup se zaman dengan Tiang Bungkuk karena kawin Nai Meh Bulan anak Sigindo Bauk di Tamiai yaitu kakak dari isteri Sigindo Sakti. Catatan: Sigindo Bauk – Tamiai (Muaro Sekiau) mempunyai anak tiga orang:
1. Nai Meh Bulan, isteri dari Tiang Bungkuk
2. Nai Meh Kupak, isteri dari Sigindo Sakti
1. Nai Meh Alun (Puti Sanantan Bungo) istri Sanding Rajo

8. Menurut Agus Choli, M (2011) dalam bukunya Hukum Adat 9 Pucuk – Pucuk Jambi 9 Lurah, hal. 57, menyebutkan bahwa perang antara Kerajaan Melayu Jambi dengan Kerinci terjadi pada tahun 1524-1526 Masehi, yaitu empat tahun setelah Tiang Bungkuk perang dan mengalahkan Kerajaan Minangkabau (Pagaruyung) pada tahun 1520 Masehi

Kesimpulannya:
1. Dengan informasi di atas ternyata Tiang Bungkuk mewarisi gelar Depati Muaro Langkap. Sehingga dengan demikian bahwa NEGERI LEMPUR sudah ada pada ZAMAN DEPATI abad ke 16 Masehi.

2. Surat Pas Jalan yang dibawa pada oleh Si Rajo Elok (Sigindo Sakti) tidak tepat pada tahun 1121 H (1709 Masehi) karena pada tahun 1520-an Sigindo Sakti sudah menjadi menantu Sigindo Bauk bersama dengan Tiang Bungkuk yang perang melawan Kerajaan Minangkabau tahun 1520 dan perang dengan Kerajaan Melayu Jambi tahun 1524 – 1526 Masehi. Sehingga tahun Wawu yang tertera dalam surat pas jalan tersebut adalah tahun-tahun wawu sebelum abad ke 16 atau menurut informasi ini adalah paling cepat awal abad ke 16 masehi.

3. Tiang Bungkuk dan Sigindo Sakti adalah menantu dari Sigindo Bauk dan pernah hidup bersama di Tamiai (Tanjung Muaro Sekiau) sebelum Sigindo Sakti pindah ke Lempur (Ujung Tanjung Muaro Sekiau), sehingga mereka hidup pada zaman abad ke 16 masehi.

Apakah Negeri Lempur sudah ada pada zaman sebelum abad ke 16 masehi? Dijawab pada MALPU seri berikutnya. …. * (bersambung)


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top