Salah satu pilihan tempat ngopi yang ngehits di Yogyakarta adalah Klinik Kopi. Lokasinya di bilangan Jalan Kaliurang km 7,5, Sleman. Kedai kopi ini menempati rumah sang pendirinya yaitu Firmansyah. Tempatnya terlihat simpel dengan bangunan berkonsep bambu. Memasuki halaman Klinik Kopi terpampang tulisan-tulisan yang menggamit perhatian, seperti “No Smoking“, “Kami Menyediakan Teknologi Sampah”, “Buanglah Mantan pada Bak Sampah”, atau “Sorry No Wi-Fi. Talk To Each Other“, di ruang tunggu. Di ruang tunggu inilah para pencinta Klinik Kopi menunggu giliran masuk ke ruang utama di mana Firmansyah, atau akrab disapa Pepeng, dan seorang temannya, Sigit, bersiap menyajikan kopi pesanan. Di ruang utama, terdapat meja dengan 6 toples berisi kopi berbagai jenis dari berbagai daerah di Indonesia. Tak ada buku menu. Semua jenis kopi dijual Rp 15.000 per cup. Ada juga roti dan makanan kecil seharga Rp 10.000. Menurut Firmansyah atau Pepeng, menu di kedai kopinya adalah ngobrol. Karena setiap kopi yang ia jual punya ciri khas dan cerita sendiri.
Klinik Kopi buka mulai pukul 16.00 WIB dan last order pukul 20.00 WIB. Namun, meski belum buka, pengunjung sudah banyak yang menunggu di ruang tunggu. Dengan ramah, Pepeng akan menyapa pengunjung sembari membagikan nomor antrean. Setelah pengunjung masuk ruang utama, biasanya Pepeng akan menanyakan jenis kopi yang diinginkan. Jika pelanggan bingung, Pepeng akan menjelaskan 6 jenis kopi yang dipajang di meja. Proses kopi diambil dan dibuat menjadi bagian dari penjelasan Pepeng. Jika belum pernah minum kopi, Pepeng akan menyarankan pelanggan memilih salah satu jenis kopi yang mempunyai cita rasa agak manis walaupun tanpa gula. Setelah kopi dipilih, proses pembuatan kopi secara manual brew dilakukan sembari diputar video tentang kopi. Suasana yang lebih dekat dan intim antara pembeli dan penjual sangat terasa. Pembeli dan penjual bisa saling memberikan informasi dari kopi yang ada.
Pepeng menjelaskan, budaya kopi itu terbagi dua. Pertama karena keturunan, dan yang kedua karena diciptakan. Di Klinik Kopi ia lebih memilih yang kedua, yakni menciptakan budaya sendiri. Ngopi pun tidak harus ada asap rokok, dan harus memakai gula. Di Klinik Kopi pula, setiap kopi diberitahukan asalnya dari mana. Penikmat Klinik Kopi memang segmented. Namun sejak Mei 2016 lalu, jumlah pengunjung di kedai ini meningkat tajam. Hal ini diakui Pepeng karena film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2). Film itu memengaruhi jumlah pengunjung di kedai kopinya hingga dua kali lipat. Tak heran, banyak dari pengunjung Klinik Kopi adalah orang-orang baru.
Pepeng menceritakan, awalnya sutradara film AADC 2, Riri Riza sering datang ke tempatnya, dan mengajak ngobrol. Berikutnya, sekitar November 2015, Riri juga mengajak Mira Lesmana, produser film AADC 2 yang kebetulan memang sedang mencari lokasi syuting untuk film tersebut. Akhirnya, Klinik Kopi memang menjadi salah satu tempat yang dipilih sebagai lokasi syuting film laris itu. Banyaknya jumlah pengunjung membuat Klinik Kopi akhirnya membatasi last order pada pukul 20.00 WIB dan tutup pukul 22.00 WIB. Setiap hari, ada sekitar 100 pengunjung baru di Klinik Kopi. Pengunjung baru ini datang ke Klinik Kopi karena film AADC 2 dan karena penasaran dengan cita rasa kopi tanpa gula.
Pria lulusan Teknik Penerbangan ini mengaku terjun di dunia kopi sejak tahun 2012 lalu. Berawal dari kegemarannya jalan-jalan dan membeli kopi. Kopi bawaannya itu lalu diracik dan dibuatnya sendiri, kemudian ia hidangkan kepada teman-teman dekatnya. Dari situ, teman-temannya percaya racikan kopi buatannya. Karena sering membuatkan kopi yang nikmat, Pepeng pun sering dipanggil teman maupun bos-bos perusahaan untuk membuatkan kopi. Ia bercerita, suatu hari pernah diundang oleh bos temannya untuk membuat kopi di kantornya. Setiap kegiatan membuat kopi itu, tak lupa selalu ia posting di akun media sosial pribadi. Dari situlah, teman-temannya yang lain jadi mengetahui kalau ternyata dirinya bisa diundang. Akhirnya, Pepeng pun sering diundang ke banyak kota seperti Bandung, Semarang, dan Jakarta, hanya untuk membuatkan kopi.
Berawal dari banyaknya permintaan untuk membuatkan kopi itulah, yang akhirnya mendorong Pepeng membuka warung kopi di pusat studi Sanata Dharma, di Jalan Gejayan, Yogyakarta, tahun 2013 lalu dengan sistem bagi hasil. Saat itu model promosinya hanya mengandalkan media sosial. Ternyata respons masyarakat semakin baik dan pelanggan terus bertambah. Tahun 2015, Klinik Kopi pindah ke rumahnya yang sekarang ini. Demi mendapatkan kopi sesuai cita rasanya, Pepeng rela merogoh kocek untuk membeli alat roasting seharga Rp 14 juta. Setelah memiliki alat sendiri, ia pun dapat menciptakan kopi sesuai cita rasa yang ia inginkan.
Ada 40-an jenis kopi dari seluruh Indonesia yang sudah masuk ke Klinik Kopi. Namun hanya 6 jenis kopi yang disajikan Klinik Kopi per harinya. Keenam jenis kopi ini akan diganti setiap minggunya. Pepeng mengaku, menyajikan kopi seperti di kedai kopi biasa lainnya. Yang harus selalu dijaga adalah mood pembuat kopi. Sebab mood akan mempengaruhi cita rasa kopi yang dibuat.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.