Al aqdiyah adalah
bentuk kalimat jama’ dari lafadz qadla’ dengan dibaca mad (panjang). Qadla’ secara bahasa adalah mengokohkan sesuatu dan meluluskannya. |
وَالْأَقْضِيَةُ
جَمْعُ قَضَاءٍ بِالْمَدِّ وَهُوَ لُغَةً إِحْكَامُ الشَّيْئِ وَ إِمْضَاؤُهُ |
Dan
secara syara’ adalah menetapkan keputusan diantara dua orang yang berseteru dengan hukumnya Allah Swt. |
وَشَرْعًا
فَصْلُ الْحُكُوْمَةِ بَيْنَ خَصْمَيْنِ بِحُكْمِ اللهِ تَعَالَى |
Asy syahadat adalah
jama’ dari lafadz syahadah, kalimat masdarnya lafadz syahida yang diambil dari kata asy syuhud yang bermakna hadir. |
وَالشَّهَادَاتُ
جَمْعُ شَهَادَةٍ مَصْدَرِ شَهِدَ مَأْخُوْذٍ مِنَ الشُّهُوْدِ بِمَعْنَى الْحُضُوْرِ |
Hukum
Qadla’
Qadla’
Qadla’
hukumnya adalah fardlu kifayah. Namun jika qadla’ hanya tertentu pada satu orang saja, maka wajib baginya untuk memintanya. |
وَالْقَضَاءُ
فَرْضُ كِفَايَةٍ فَإِنْ تَعَيَّنَ عَلَى شَخْصٍ لَزِمَهُ طَلَبُهُ |
Syarat
Qadli
Qadli
Tidak
diperkenankan menjadi qadli kecuali orang yang memenuhi lima belas sifat. Dalam sebagian redaksi dengan menggunakan bahada “khamsa ‘asyarah.” |
(وَلَايَجُوْزُ أَنْ يَلِيَ الْقَضَاءَ
إِلَّا مَنِ اسْتَكْمَلَتْ فِيْهِ خَمْسَةَ عَشَرَ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ خَمْسَ عَشَرَةَ (خَصْلَةً) |
Salah
satunya adalah islam, sehingga tidak sah kekuasaan orang kafir walaupun pada orang kafir yang sesamanya. |
أَحَدُهَا
(إِسْلَامُ) فَلَا تَصِحُّ وِلَايَةُ الْكَافِرِ وَلَوْ كَانَتْ عَلَى كَافِرٍ مِثْلِهِ |
Imam al
Mawardi berkata, “mengenai kebiasaan para penguasa yang mengangkat seorang laki-laki dari ahli dzimmah, maka hal itu merupakan pengangkatan sebagai tokoh dan panutan bukan pengangkatan sebagai hakim dan qadli. Dan bagi penduduk ahli dzimmah tidak harus menuruti hukum yang telah ditetapkan laki-laki tersebut, akan tetapi bisa menjadi dengan kesanggupannya mereka.” |
قَالَ الْمَاوَرْدِيْ
وَمَا جَرَتْ بِهِ عَادَةُ الْوُلَّاةِ مِنْ نَصْبِ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ فَتَقْلِيْدُ رِيَاسَةٍ وَ زِعَامَةٍ لَا تَقْلِيْدُ حُكْمٍ وَقَضَاءٍ وَلَا يَلْزَمُ أَهْلَ الذِّمَّةِ الْحُكْمُ بِإِلْزَامِهِ بَلْ بِالْتِزَامِهِمْ. |
Yang
kedua dan yang ketiga adalah baligh dan berakal, sehingga wilayah tidak sah bagi anak kecil dan orang gila yang gilanya terus menerus atau terputus-putus. |
(وَ) الثَّانِيْ وَ الثَّالِثُ
(الْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ) فَلَا وِلَايَةَ لِصَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ أَطْبَقَ جُنُوْنُهُ أَوْ لَا |
Yang ke
empat adalah merdeka, sehingga tidak sah wilayahnya seorang budak yang secara total atau sebagian saja. |
(وَ) الرَّابِعُ (الْحُرِّيَّةُ)
فَلَا تَصِحُّ وِلَايَةُ رَقِيْقٍ كُلُّهُ أَوْ بَعْضُهُ |
Yang ke
lima adalah laki-laki sehingga tidak sah wilayahnya seorang wanita dan orang huntsa ketika masih belum jelas status kelaminnya. |
(وَ) الْخَامِسُ (الذُّكُوْرَةُ)
فَلَا تَصِحُّ وِلَايَةُ امْرَأَةٍ وَلَا خُنْثًى حَالَ الْجَهْلِ |
Dan
seandainya ada seorang huntsa yang diangkat menjadi hakim saat belum diketahui kelaminnya lalu ia memutuskan hukum. dan kemudian baru nampak jelas bahwa ia adalah laki-laki, maka hukum yang telah ia putuskan tidak sah menurut pendapat al madzhab. |
وَلَوْ وَلَّى
الْخُنْثَى حَاَل الْجَهْلِ فَحَكَمَ ثُمَّ بَانَ ذَكَرًا لَمْ يَنْفُذْ حُكْمُهُ فِيْ الْمَذْهَبِ |
Yang ke
enam adalah adil. Dan adil akan dijelaskan di dalam fasal syahadah. |
(وَ) السَّادِسُ
(الْعَدَالَةُ) وَسَيَأْتِيْ بَيَانُهَا فِيْ فَصْلِ الشَّهَادَاتِ |
Sehingga
tidak ada hak wilayah bagi orang fasiq dalam permasalahan yang sama sekali tidak ada syubhat di sana. |
فَلَا وِلَايَةَ
لِفَاسِقٍ بِشَيْئٍ لَا شُبْهَةَ لَهُ فِيْهِ. |
Yang ke
tujuh adalah mengetahui hukum-hukum di dalam Al Qur’an dan As Sunnah dengan metode ijtihad. |
(وَ) السَّابِعُ (مَعْرِفَةُ أَحْكَامِ
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ) عَلَى طَرِيْقِ الْاِجْتِهَادِ |
Tidak
disyaratkan harus hafal luar kepala ayat-ayat yang menjelaskan tentag hukum-hukum dan hadits-hadits yang berhubungan dengannya. |
وَلَايُشْتَرَطُ
حِفْظُ آيَاتِ الْأَحْكَامِ وَلَا أَحَادِيْثِهَا الْمُتَعَلِّقَاتِ بِهَا عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ |
Dikecualikan
dari hukum-hukum, yaitu tentang cerita-cerita dan petuah-petuah. |
وَخَرَجَ
بِالْأَحْكَامِ الْقِصَصُ وَالْمَوَاعِظُ |
Yang ke
delapan adalah mengetahui ijma’. |
(وَ) الثَّامِنُ (مَعْرِفَةُ الْإِجْمَاعِ)
|
Ijma’ adalah kesepakatan ahlu hilli wal ‘aqdi (pakar hukum)
dari ummatnya Nabi Muhammad Saw terhadap satu permasalahan dari berbagai permasalahan. |
وَهُوَ اتِّفَاقُ
أَهْلِ الْحِلِّ وَالْعَقْدِ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَمْرٍ مِنَ الْأُمُوْرِ |
Tidak
disyaratkan harus mengetahui satu-persatu permasalahan ijma’. |
وَلَا يُشْتَرَطُ
مَعْرِفَتُهُ لِكُلِّ فَرْدٍ مِنْ أَفْرَادِ الْإِجْمَاعِ |
Bahkan
cukup baginya mengetahui permasalahan yang sedang ia fatwakan atau ia putuskan bahwa pendapatnya tidak bertentangan dengan ijma’ dalam permasalahan tersebut. |
بَلْ يَكْفِيْهِ
فِيْ الْمَسْأَلَةِ الَّتِيْ يُفْتِيْ بِهَا أَوْ يَحْكُمُ فِيْهَا أَنَّ قَوْلَهُ لَا يُخَالِفُ الْإِجْمَاعَ فِيْهَا |
Yang ke
sembilan adalah mengetahui perbedaan pendapat yang terjadi di antara ulama’. |
(وَ) التَّاسِعُ (مَعْرِفَةُ الْاِخْتِلَافِ)
الْوَاقِعِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ |
Yang ke
sepuluh adalah mengetahui cara-cara ijtihad, maksudnya tata cara menggali hukum dari dalil-dalil yang menjelaskan tentang hukum. |
(وَ) الْعَاشِرُ (مَعْرِفَةُ طُرُقِ
الْاِجْتِهَادِ) أَيْ كَيْفِيَّةِ الْاِسْتِدْلَالِ مِنْ أَدِلَّةِ الْأَحْكَامِ |
Yang ke
sebelas adalah mengetahui bagian dari bahasa arab baik lughat, sharaf dan nahwu, dan mengetahui tafsir Kitabullah ta’ala. |
(وَ) الْحَادِيَ عَشَرَ (مَعْرِفَةُ
طَرْفٍ مِنْ لِسَانِ الْعَرَبِ) مِنْ لُغَةٍ وَصَرْفٍ وَنَحْوٍ (وَمَعْرِفَةُ تَفْسِيْرِ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى. |
Yang ke
dua belas adalah bisa mendengar walaupun dengan berteriak di kedua telingannya. |
(وَ) الثَّانِيَ
عَشَرَ (أَنْ يَكُوْنَ سَمِيْعًا وَلَوْ بِصِيَاحٍ فِيْ أُذُنَيْهِ |
Sehingga
tidak sah mengangkat orang yang tuli sebagai hakim. |
فَلاَ يَصِحُّ
تَوْلِيَّةُ أَصَمَّ |
Yang ke
tiga belas adalah bisa melihat, sehingga tidak sah mengangkat orang yang buta sebagai hakim. |
(وَ) الثَّالِثَ
عَشَرَ (أَنْ يَكُوْنَ بَصِيْرًا) فَلَا تَصِحُّ تَوْلِيَّةُ الْأَعْمَى |
Diperkenankan
jika dia adalah orang yang buta salah satu matanya sebagaimana yang diungkapkan oleh imam ar Rauyani. |
وَيَجُوْزُ
كَوْنُهُ أَعْوَرَ كَمَا قَالَ الرَّوْيَانِيُّ |
Yang ke
empat belas adalah bisa menulis. |
(وَ) الرَّابِعَ
عَشَرَ (أَنْ يَكُوْنَ كَاتِبًا) |
Apa
yang telah disebutkan oleh mushannif yaitu persyaratan bahwa sang qadli harus bisa menulis adalah pendapat yang lemah, sedangkan pendapat al ashah berbeda dengannya (tidak disyaratkan). |
وَمَا ذَكَرَهُ
الْمُصَنِّفُ مِنِ اشْتِرَاطِ كَوْنِ الْقَاضِيْ كَاتِبًا وَجْهٌ مَرْجُوْحٌ وَالْأَصَحُّ خِلَافُهُ |
Yang
kelima belas adalah kuat ingatannya. |
(وَ) الْخَامِسَ عَشَرَ (أَنْ يَكُوْنَ
مُسْتَيْقِظًا) |
Sehingga
tidak sah mengangkat orang yang pelupa sebagai hakim. Dengan gambaran nadhar atau pikirannya cacat adakalanya karena terlalu tua, sakit atau karena yang lain. |
فَلَا تَصِحُّ
تَوْلِيَّةُ مُغْفِلٍ بِأَنِ اخْتَلَّ نَظَرُهُ أَوْ فِكْرُهُ إِمَّا لِكِبَرٍ أَوْ مَرَضٍ أَوْ غَيْرِهِ |
Setelah
mushannif selesai dari penjelasan syarat-syarat qadli, maka beliau beranjak menjelaskan tentang etika seorang qadli. Beliau berkata, |
وَلَمَّا
فَرَغَ الْمُصَنِّفُ مِنْ شُرُوْطِ الْقَاضِيْ شَرَعَ فِيْ آدَبِهِ فَقَالَ |
Etika
Seorang Hakim
Seorang Hakim
Bagi
qadli disunnahkan untuk duduk, dalam sebagian redaksi dengan bahasa, “untuk bertempat” di tengah daerah ketika batas daerahnya luas. |
(وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَجْلِسَ)
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ أَنْ يَنْزِلَ أَيِ الْقَاضِيْ (فِيْ وَسَطِ الْبَلَدِ) إِذَا اتَّسَعَتْ خِطَّتُهُ |
Sehingga,
jika daerahnya kecil, maka ia tidak masalah bertempat di manapun yang ia kehendaki, jika di sana tidak ada tempat yang sudah biasa ditempati oleh para qadli. |
فَإِنْ كَانَتِ
الْبَلَدُ صَغِيْرَةً نَزَلَ حَيْثُ شَاءَ إِنْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مَوْضِعٌ مُعْتَادٌ تَنْزِلُهُ الْقُضَّاةُ |
Dan
keberadaan duduknya sang qadli di tempat luas yang jelas, maksudnya nampak jelas bagi penduduk, sekira ia bisa terlihat oleh penduduk setempat, pengunjung, orang yang kuat dan orang yang lemah. |
وَيَكُوْنُ
جُلُوْسُ الْقَاضِيْ (فِيْ مَوْضِعٍ) فَسِيْحٍ (بَارِزٍ) أَيْ ظَاهِرٍ (لِلنَّاسِ) بِحَيْثُ يَرَاهُ الْمُسْتَوْطِنُ وَالْغَرِيْبُ وَالْقَوِيُّ وَالضَّعِيْفُ |
Keberadaan
tempat duduknya terjaga dari panas dan dingin. |
وَيَكُوْنُ
مَجْلِسُهُ مَصُوْنًا مِنْ أَذَى حَرٍّ وَبَرْدٍ |
Dengan
artian di musim kemarau tempat duduknya berada di tempat yang semilir angin, dan di musim dingin berada di tenda. |
بِأَنْ يَكُوْنَ
فِيْ الصَّيْفِ فِيْ مَهَبِّ الرِّيْحِ وَفِيْ الشِّتَاءِ فِي كُنٍّ |
Dan
tidak ada pembatas baginya. Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa, “tidak ada penjaga saat hendak melapor padanya.” |
(وَلَا حِجَابَ لَهُ) وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخِ وَلَا حَاجِبَ دُوْنَهُ |
Sehingga,
seandainya ia mengangkat security atau penjaga pintu, maka hukumnya dimakruhkan. |
فَلَوِ اتَّخَذَ
حَاجِبًا أَوْ بَوَّابًا كُرِهَ |
Sang qadli
tidak duduk di masjid untuk memutuskan hukum. |
(وَلَا يَقْعُدُ) الْقَاضِيْ (لِلْقَضَاءِ
فِيْ الْمَسْجِدِ) |
Sehingga,
jika ia memutuskan hukum di masjid, maka hukumnya dimakruhkan. |
فَإِنْ قَضَى
فِيْهِ كُرِهَ |
Namun,
jika saat ia berada di masjid untuk melaksanakan sholat dan yang lainya kebetulan bertepatan dengan terjadinya kasus, maka tidak dimakruhkan memutuskan kasus tersebut di masjid. |
فَإِنِ اتَّفَقَ
وَقْتُ حُضُوْرِهِ فِيْ الْمَسْجِدِ لِصَلَاةٍ وَغَيْرِهَا خُصُوْمَةً لَمْ يُكْرَهْ فَصْلُهَا فِيْهِ |
Begitu
juga seandainya ia butuh ke masjid karena ada udzur hujan dan sesamanya. |
وَكَذَا لَوِ
احْتَاجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لِعُذْرٍ مِنْ مَطَرٍ وَنَحْوِهِ. |
Wajib
Bagi Seorang Hakim
Bagi Seorang Hakim
Bagi
qadli wajib menyetarakan kedua belah pihak yang berseteru di dalam tiga perkara : |
(وَيُسَوِّيْ)
الْقَاضِيْ وُجُوْبًا (بَيْنَ الْخَصْمَيْنِ فِيْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ) |
Salah
satunya menyetarakan tempat duduk. |
أَحَدُهَا
التَّسْوِيَّةُ (فِيْ الْمَجْلِسِ) |
Sehingga
qadli memposisikan kedua orang yang seteru tepat di hadapannya ketika status kemuliaan keduanya setara. |
فَيُجَلِّسُ
الْقَاضِيْ الْخَصْمَيْنِ بَيْنَ يَدَّيْهِ إِذَا اسْتَوَيَا شَرَفًا |
Adapun
orang islam, maka tempat duduknya harus lebih ditinggikan daripada tempat duduknya kafir dzimmi. |
أَمَّا الْمُسْلِمُ
فَيُرْفَعُ عَلَى الذِّمِّيِّ فِيْ الْمَجْلِسِ |
Yang
kedua menyetarakan di dalam lafadz, maksudnya ucapan. |
(وَ) الثَّانِيْ التَّسْوِيَّةُ
فِيْ (اللَّفْظِ) أَيِ الْكَلاَمِ |
Sehingga
tidak diperkenankan sang qadli hanya mendengarkan ucapan salah satu dari keduanya tidak pada yang satunya lagi. |
فَلَا يَسْمَعُ
كَلَامَ أَحَدِهِمَا دُوْنَ الْآخَرِ |
Yang ketiga
menyetarakan di dalam pandangan. |
(وَ) الثَّالِثُ التَّسْوِيَّةُ
فِيْ (اللَّحْظِ) أَيِ النَّظَرِ |
Sehingga
sang qadli tidak diperkenankan memandang salah satunya tidak pada yang lainnya. |
فَلَا يَنْظُرُ
أَحَدَهُمَا دُوْنَ الْآخَرِ |
Hadiah
Untuk Hakim
Untuk Hakim
Bagi
sang qadli tidak diperkenankan menerima hadiah dari ahli amalnya (penduduk yang berada di daerah kekuasaannya). |
(وَلَا يَجُوْزُ)
لِلْقَاضِيْ (أَنْ يَقْبَلَ الْهَدِيَّةَ مِنْ أَهْلِ عَمَلِهِ) |
Sehingga,
jika hadiah itu diberikan di selain daerah kekuasaannya dari selain penduduk daerah kekuasaannya, maka hukumnya tidak haram menurut pendapat al ashah. |
فَإِنْ كَانَتِ
الْهَدِيَّةُ فِيْ غَيْرِ عَمَلِهِ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِ لَمْ يَحْرُمْ فِيْ الْأَصَحِّ |
Jika ia
diberi hadiah oleh orang yang berada di daerah kekuasaannya yang sedang memiliki kasus serta tidak biasa memberi hadiah sebelumnya, maka bagi qadli haram untuk menerimanya. |
وَإِنْ أَهْدَى
إِلَيْهِ مَنْ هُوَ فِيْ مَحَلِّ وِلَايَتِهِ وَلَهُ خُصُوْمَةٌ وَلَا عَادَةَ لَهُ بِالْهَدِيَّةِ قَبْلَهَا حَرُمَ عَلَيْهِ قَبُوْلُهَا. |
Makruh
Bagi Hakim
Bagi Hakim
Sang
qadli hendaknya menghindari untuk memutuskan hukum, maksudnya dimakruhkan bagi sang qadli memutuskan hukum di dalam sepuluh tempat. Dalam sebagian redaksi, “di dalam sepuluh keadaan.” |
(ويَجْتَنِبُ)
الْقَاضِيْ (الْقَضَاءَ) أَيْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ (فِيْ عَشْرَةِ مَوَاضِعَ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ أَحْوَالٌ |
Yaitu,
ketika marah. Dalam sebagian redaksi, “di dalam marah.” |
(عِنْدَ الْغَضَبِ) وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخِ فِيْ الْغَضَبِ |
Sebagian
ulama’ berkata, “ketika emosi telah menyebabkan sang qadli tidak terkontrol lagi, maka bagi dia haram memutuskan hukum saat seperti itu.” |
قَالَ بَعْضُهُمْ
وَإِذَا أَخْرَجَهُ الْغَضَبُ عَنْ حَالَةِ الْاِسْتِقَامَةِ حَرُمَ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ حِيْنَئِذٍ |
Saat
sangat lapar dan kekenyangan. Saat haus, birahi memuncak, sangat sedih dan sangat gembira yang terlalu. |
(وَالْجُوْعِ) وَالْشَبْعِ الْمُفْرِطَيْنِ
(وَالْعَطْشِ وَشِدَّةِ الشَّهْوَةِ وَالْحُزْنِ وَالْفَرَحِ الْمُفْرِطِ |
Saat
sakit, maksudnya yang menyakitkan badannya. Saat menahan dua hal yang menjijikkan, maksudnya kencing dan berak. |
وَعِنْدَ
الْمَرَضِ) أَيِ الْمُؤْلِمِ (وَمُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ) أَيِ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ |
Saat
ngantuk, saat cuacanya terlalu panas dan terlalu dingin. |
(وَعِنْدَ الْنُعَاسِ وَ) عِنْدَ
(شِدَّةِ الْحَرِّ وَالْبَرْدِ) |
Kesimpulan
yang bisa mencakup sepuluh hal ini dan yang lainnya adalah sesungguhnya bagi qadli dimakruhkan memutuskan hukum di setiap keadaan yang bisa membuat keadaannya tidak stabil. |
وَالضَّابِطُ
الْجَامِعُ لِهَذِهِ الْعَشْرَةِ وَغَيْرِهَا أَنَّهُ يُكْرَهُ لِلْقَاضِيْ الْقَضَاءُ فِيْ كُلِّ حَالٍ يُسَوِّءُ خُلُقَهُ |
Ketika
ia tetap memutuskan hukum dalam keadaan-keadaan yang telah dijelaskan di atas, maka keputusannya tetap berjalan namun hukumnya makruh. |
وَإِذَا حَكَمَ
فِيْ حَالٍ مِمَّا تَقَدَّمَ نَفَذَ حُكْمُهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ. |
Pengadilan
Wajib
bagi qadli untuk tidak bertanya, maksudnya ketika kedua orang yang berseteru duduk dihadapan sang qadli, maka bagi qadli tidak diperkenankan bertanya pada orang yang dituduh kecuali setelah sempurnya, maksudnya setelah pihak penuduh selesai mengungkapkan tuduhannya yang sah. |
(وَلَايَسْأَلُ) وُجُوْبًا أَيْ
إِذَا جَلَسَ الْخَصْمَانِ بَيْنَ يَدَّيِ الْقَاضِيْ لَا يَسْأَلُ (الْمُدَّعَى عَلَيْهِ إِلَّا بَعْدَ كَمَالِ) أَيْ بَعْدَ فَرَاغِ الْمُدَّعِيْ مِنَ (الدَّعْوَى) الصَّحِيْحَةِ |
Dan
saat itulah sang qadli berkata pada pihak yang dituduh, “keluarkanlah dirimu dari tuduhan tersebut.” |
وَحِيْنَئِذٍ
يَقُوْلُ الْقَاضِيْ لِلْمُدَّعَى عَلَيْهِ اُخْرُجْ مِنْ دَعْوَاهُ |
Kemudian,
jika ia mengakui apa yang telah dituduhkan oleh pihak penuduh, maka bagi pihak tertuduh wajib memberikan apa yang telah ia akui, dan setelah itu bagi ia tidak bisa menarik kembali pengakuannya. |
فَإِنْ أَقَرَّ
بِمَا ادَّعَى بِهِ لَزِمَهُ مَا أَقَرَّ بِهِ وَلَا يُفِيْدُهُ بَعْدَ ذَلِكَ رُجُوْعُهُ |
Dan
jika pihak tertuduh mengingkari dakwaan pada dirinya, maka bagi qadli berhak berkata pada pihak penuduh, “apakah engkau punya bukti atau saksi yang disertai sumpahmu”, jika memang hak yang dituntut termasuk hak yang bisa ditetapkan dengan satu saksi dan sumpah. |
وَإِنْ أَنْكَرَ
مَا ادَّعَى بِهِ عَلَيْهِ فَلِلْقَاضِيْ أَنْ يَقُوْلَ لِلْمُدَّعِيْ أَلَكَ بَيِّنَةٌ أَوْ شَاهِدٌ مَعَ يَمِيْنِكَ إِنْ كَانَ الْحَقُّ مِمَّا يَثْبُتُ بِشَاهِدٍ وَ يَمِيْنٍ |
Qadli
tidak berhak menyumpah pihak tertuduh, dalam sebagian redaksi, “qadli tidak berhak menyuruh pihak tertuduh”, maksudnya, qadli tidak berhak menyumpah pihak terdakwa kecuali setelah ada permintaan dari pihak pendakwa kepada sang qadli agar menyumpah pihak terdakwa. |
(وَلَا يَحْلِفُهُ) وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخِ وَلَا يَسْتَحْلِفُهُ أَيْ لَا يَحْلِفُ الْقَاضِيْ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ (إِلَّا بَعْدَ سُؤَالِ الْمُدَّعِيْ) مِنَ الْقَاضِيْ أَنْ يَحْلِفَ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ. |
Tidak
diperkenankan bagi qadli mengajarkan argumen kepada orang yang berseteru. |
(وَلَايُلَقِّنُ) الْقَاضِيْ (خَصْمًا
حُجَّةً) |
Maksudnya,
sang qadli tidak diperkenankan berkata pada masing-masing dari dua orang yang berseteru, “ucapkanlah begini dan begini.” |
أَيْ لَا
يَقُوْلُ لِكُلٍّ مِنَ الْخَصْمَيْنِ قُلْ كَذَا وَكَذَا |
Sedangkan
untuk meminta kejelasan dari orang yang berseteru, maka tidak dipermasalahkan. |
أَمَّا اسْتِفْسَارُ
الْخَصْمِ فَجَائِزٌ |
Seperti
seseorang menuduhkan pembunuhan pada orang lain, kemudian sang qadli berkata pada pihak penuduh, “apakah pembunuhan yang sengaja atau yang tidak sengaja.” |
كَأَنْ يَدَّعِيَ
شَخْصٌ قَتْلًا عَلَى شَخْصٍ فَيَقُوْلُ الْقَاضِيْ لِلْمُدَّعِيْ قَتَلَهُ عَمْدًا أَوْ خَطَأً |
Bagi
qadli tidak diperkenankan memahamkan perkataan pada orang yang sedang berseteru, maksudnya, tidak mengajarkan padanya bagaimana caranya menuntut. |
(وَلَا يُفْهِمُهُ كَلَامًا) أَيْ
لَايُعَلِّمُهُ كَيْفَ يَدَّعِيْ |
Permasalahan
ini tidak tercantum di dalam sebagian redaksi matan. |
وَهَذِهِ
الْمَسْأَلَةُ سَاقِطَةٌ فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ |
Qadli
tidak diperkenankan mempersulit saksi-saksi. |
(وَلَا يَتَعَنَّتُ بِالشُّهَدَاءِ)
|
Dalam
sebagian redaksi, “tidak mempersulit pada saksi”, seperti sang qadli berkata pada saksi, “bagaimana keadaanmu ketika engkau menyaksikan kejadian. Mungkin kamu tidak jadi bersaksi.” |
وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخِ وَلَا يَتَعَنَّتُ بِشَاهِدٍ كَأَنْ يَقُوْلَ لَهُ الْقَاضِيْ كَيْفَ تَحَمَّلْتَ وَلَعَلَّكَ مَا شَهِدْتَ. |
Bagi
qadli tidak diperkenankan menerima persaksian kecuali dari orang yang telah ditetapkan keadilannya. |
(وَلَا يَقْبَلُ الشَّهَادَةَ إِلَّا
مِمَّنْ) أَيْ شَخْصٍ (ثَبَتَتْ عَدَالَتُهُ) |
Jika
sang qadli telah mengetahui keadilan saksi, maka ia berhak menerima persaksian saksi tersebut. |
فَإِنْ عَرَفَ
الْقَاضِيْ عَدَالَةَ الشَّاهِدِ عَمِلَ بِشَهَادَتِهِ |
Atau
mengetahui kefasikan saksi, maka sang qadli harus menolak persaksiannya. |
أَوْ عَرَفَ
فِسْقَهُ رَدَّ شَهَادَتَهُ |
Jika
sang qadli tidak mengetahui adil dan fasiknya saksi, maka sang qadli meminta agar si saksi melakukan tazkiyah (persaksian atas keadilan diri). |
فَإِنْ لَمْ
يَعْرِفْ عَدَالَتَهُ وَلَا فِسْقَهُ طَلَبَ مِنْهُ التَّزْكِيَّةَ |
Di
dalam tazkiyah tidak cukup hanya dengan ucapan pihak terdakwa, “sesungguhnya orang bersaksi atas diriku adalah orang yang adil.” |
وَلَا يَكْفِيْ
فِيْ التَّزْكِيَّةِ قَوْلُ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ أَنَّ الَّذِيْ شَهِدَ عَلَيَّ عَدْلٌ |
Bahkan
harus mendatangkan orang yang bersaksi atas keadilan saksi tersebut di hadapan qadli kemudian orang tersebut berkata, “saya bersaksi sesungguhnya saksi tersebut adalah orang yang adil.” |
بَلْ لَابُدَّ
مِنْ إِحْضَارِ مَنْ يَشْهَدُ عِنْدَ الْقَاضِيْ بِعَدَالَتِهِ فَيَقُوْلُ أَشْهَدُ أَنَّهُ عَدْلٌ |
Pada
orang yang mentazkiyah juga dipertimbangkan syarat-syarat orang yang menjadi saksi yaitu adil, tidak ada permusuhan, dan syarat-syarat yang lain. |
وَيُعْتَبَرُ
فِيْ الْمُزَكِّيْ شُرُوْطُ الشَّاهِدِ مِنَ الْعَدَالَةِ وَعَدَمِ الْعَدَاوَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ |
Disamping
itu, dia juga disayaratkan harus tahu terhadap sebab-sebab yang menjadikan fasiq dan menstatuskan adil serta mengetahui dalamnya orang yang mau ia statuskan adil sebab bersahabat, bertetangga atau melakukan transaksi. |
وَيُشْتَرَطُ
مَعَ هَذَا مَعْرِفَتُهُ بِأَسْبَابِ الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيْلِ وَخُبْرَةُ بَاطِنِ مَنْ يُعَدِّلُهُ بِصُحْبَةٍ أَوْ جِوَارٍ أَوْ مُعَامَلَةٍ |
Bagi
qadli tidak diperkenankan menerima persaksian seseorang atas musuhnya. |
(وَلَايَقْبَلُ) الْقَاضِيْ (شَهَادَةَ
عَدُوٍّ عَلَى عَدُوِّهِ) |
Yang
dikehendaki dengan musuhnya seseorang adalah orang yang membencinya. |
وَالْمُرَادُ
بِعَدُوِّ الشَّخْصِ مَنْ يَبْغَضُهُ |
Bagi
sang qadli tidak diperkenankan menerima persaksian orang tua walaupun seatasnya untuk anaknya sendiri. |
(وَلَا) يَقْبَلُ الْقَاضِيْ (شَهَادَةَ
وَالِدٍ) وَإِنْ عَلَا (لِوَلَدِهِ) |
Dalam
sebagian redaksi, “untuk orang yang dilahirkannya, maksudnya hingga ke bawah.” |
وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخ ِلِمَوْلُوْدِهِ أَيْ وَإِنْ سَفُلَ |
Dan
tidak menerima persaksian seorang anak untuk orang tuanya sendiri walaupun hingga ke atasnya. |
(وَلَا) شَهَادَةَ (وَلَدٍ لِوَالِدِهِ)
وَإِنْ عَلَا |
Sedangkan
persaksian yang memberatkan keduanya, maka dapat diterima. |
أَمَّا الشَّهَادَةُ
عَلَيْهِمَا فَتُقْبُ |
Surat
seorang qadli kepada qadli yang lain dalam urusan pemutusan hukum tidak bisa diterima kecuali setelah ada persaksian dua saksi yang bersaksi atas qadli yang mengirim surat tentang apa yang terdapat dalam surat tersebut di hadapan qadli yang dikirimi surat. |
(وَلَايُقْبَلُ كِتَابُ قَاضٍ إِلَى
قَاضٍ آخَرَ فِيْ الْأَحْكَامِ إِلَّا بَعْدَ شَهَادَةِ شَاهِدَيْنِ يَشْهَدَانِ) عَلَى الْقَاضِيْ الْكَاتِبِ (بِمَا فِيْهِ) أَيِ الْكِتَابِ عِنْدَ الْمَكْتُوْبِ إِلَيْهِ |
Mushannif
mengisyarahkan hal tersebut pada kasus bahwa sesungguhnya ketika ada seseorang yang mendakwakan harta pada orang yang ghaib (tidak satu daerah) dan telah terbukti bahwa orang tersebut memiliki tanggungan harta yang dituntutkan, maka, jika terdakwa memiliki harta yang berada di tempat pendakwa, maka sang qadli melunasi tanggungan terdakwa dari harta tersebut. |
وَأَشَارَ
الْمُصَنِّفُ بِذَلِكَ إِلَى أَنَّهُ إِذَا ادَّعَى شَخْصٌ عَلَى شَخْصٍ غَائِبٍ بِمَالٍ وَثَبَتَ الْمَالُ عَلَيْهِ فَإِنْ كَانَ لَهُ مَالٌ حَاضِرٌ قَضَاهُ الْقَاضِيْ مِنْهُ |
Dan
jika terdakwa tidak memiliki harta yang berada di tempat pendakwa dan pendakwa meminta agar menyampaikan keadaan seperti ini kepada qadli daerah terdakwa, maka qadli daerah pendakwa harus mengabulkan permintaan si pendakwa tersebut. |
وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُ مَالٌ حَاضِرٌ وَسَأَلَ الْمُدَّعِيْ إِنْهَاءَ الْحَالِ إِلَى قَاضِيْ بَلَدِ الْغَائِبِ أَجَابَهُ لِذَلِكَ |
Al
ashhab mentafsiri “menyampaikan keadaan” dengan gambaran sang qadli daerah pendakwa mengangkat dua orang saksi adil yang bersaksi atas hukum yang telah ditetapkan terhadap terdakwa yang tidak berada di daerah sang qadli.” |
وَفَسَّرَ
الْأَصْحَابُ إِنْهَاءَ الْحَالِ بِأَنْ يُشْهِدَ قَاضِيْ بَلَدِ الْحَاضِرِ عَدْلَيْنِ بِمَا ثَبَتَ عِنْدَهُ مِنَ الْحُكْمِ عَلَى الْغَائِبِ |
Bentuk
suratnya adalah :
“bismillahirrahmanirrahim. Semoga Allah menyelamatkan
aku dan anda, telah ada seseorang yang datang padaku dan mendakwakan sesuatu pada seseorang yang tidak ada di daerahku dan ia bertempat di daerah anda, pendakwa telah mendatangkan dua orang saksi yaitu fulan dan fulan dan menurut saya keduanya adalah orang adil, dan saya sudah menyumpah pendakwa dan menetapkan bahwa ia berhak atas harta yang didakwakan. Dan saya mengangkat fulan dan fulan sebagai saksi atas surat ini.” |
– وَصِفَةُ الْكِتَابِ – بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ حَضَرَ عِنْدَنَا عَافَانَا اللهُ وَإِيَّاكَ فُلَانٌ وَادَّعَى عَلَى فُلَانٍ الْغَائِبِ الْمُقِيْمِ فِيْ بَلَدِكَ بِالشَّيْئِ الْفُلَانِيْ وَأَقَامَ عَلَيْهِ شَاهِدَيْنِ وَهُمَا فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَقَدْ عَدَلَا عِنْدِيْ وَحَلَفْتُ الْمُدَّعِيَ وَحَكَمْتُ لَهُ بِالْمَالِ وَأَشْهَدْتُ بِالْكِتَابِ فُلَانًا وَفُلَانًا |
Di
dalam saksi-saksi surat dan putusan hukum disyaratkan harus nampak jelas sifat adilnya menurut qadli yang dikirimi surat. |
وَيُشْتَرَطُ
فِيْ شُهُوْدِ الْكِتَابِ وَالْحُكْمِ ظُهُوْرُ عَدَالَتِهِمْ عِنْدَ الْقَاضِيْ الْمَكْتُوْبِ إِلَيْهِ |
Sifat
adil mereka tidak bisa ditetapkan hanya dengan pernyataan adil yamg di sampaikan oleh qadli yang mengirim surat. |
وَلَا تَثْبُتُ
عَدَالَتُهُمْ عِنْدَهُ بِتَعْدِيْلِ الْقَاضِيْ الْكَاتِبِ إِيَّاهُمْ. |
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Arti Kafir
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.