Agama

Kebudayaan Islam Masa Nabi Muhammad SAW di Madinah


KEBUDAYAAN
ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

FASE MADINAH




 



Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Materi Sejarah Kebudayaan Islam 1
Dosen Pengampu: Kholid Mawardi S.Ag., M.Hum.

Disusun Oleh:
1. Sainab Che’do                                (1522402046)
2. Abdurrahman Wahid                      (1522402047)
3. Indah Niswatul Khabibah               (1522402062)
4. Siti Nurjannah                                 (1522402077)

4 PAI B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017


BAB 1
PENDAHULUAN


A.     
Latar Belakang

Setelah Nabi Muhammad SAW. diangkat menjadi Rasul, beliau mendakwahkan ajaran
Islam kepada umatnya. Namun, dalam perjalanan dakwahnya di Makkah, Nabi
Muhammad SAW menghadapi berbagai hambatan dan rintangan. Kaum kafir Quraisy
selalu berusaha menghalangi dakwah Nabi dengan cara dincam, disiksa, dan dibunuh.
Mereka juga menghalangi dakwah Nabi melalui ancaman terhadap pamannya, Abu
Thalib yang selalu melindunginya. Ketika Abu Thalib dan istrinya, Siti Khadijah
meninggal, kaum Quraisy tidak henti menekan Nabi Muhammad sehingga Nabi
berusaha menyebarkan Islam ke luar kota.
Untuk menghibur Nabi Muhammad SAW yang
sedang berduka karena ditinggal oleh dua orang yang dicintainya, Allah Mengisra
Mi’rajkan beliau untuk diperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Setelah
peristiwa Isra Mi’raj tersebut terjadi, suatu perkembangan besar bagi kemajuan
dakwah Islam muncul. Perkembangan tersebut datang dari sejumlah penduduk
yatsrib yang datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah Haji. Mereka meminta
kepada Nabi untuk pindah ke Yatsrib dan berjanji akan membela Nabi dari segala
ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Kemudian Nabi memutuskan
untuk Hijrah bersama umatnya atas perintah dari Allah.
Dengan hijrahnya Nabi ke Yatsrib, beliau
mengubah nama kota itu menjadi Madinah Al-Munawwarah (kota yang bercahaya).
Kemudian Nabi segera meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam. Dari sinilah
terbentuk kebudayaan Islam yang melekat pada masyarakat Madinah.

B.      
Rumusan Masalah

1.    Bagaimana kondisi geografis Madinah?
2.    Bagaimana kebudayaan Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW. fase Madinah?

C.     
Tujuan

1. Untuk mengetahui kondisi geografis
Madinah.
2. Untuk mengetahui bagaimana kebudayaan
Islam pada masa Nabi Muhammad SAW. fase Madinah.

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Kondisi
Geografis Madinah

Kota Madinah yang dahulunya bernama Yastrib merupakan kota
terpenting sesudah Mekkah di Hijaz. Setelah hijrah, kota ini berganti menjadi
Madinah al-Munawwarah. Dahulunya, kota ini didiami oleh keluarga Amaliqah
disusul oleh al-Hazraj dan al-Aus dari Yaman. Keduanya kemudian yang memegang
kekuasaan di Yastrib. Pada permulaan Islam Yastrib menjadi pusat kekuasannya.[1]
Kota Madinah adalah sebuah negeri yang tanahnya subur dan banyak
airnya. Wilayah ini dikelilingi oleh tanah tak berpasir dari empat penjuru arah.
Yang paling menonjol ialah tanah tak berpasir Waqim di sebelah timur, dan tanah
tak berpasir Wibrah di sebelah barat. Tetapi tanah tak berpasir Waqim lebih
subur dan makmur dibandingkan tanah tak berpasir Wibrah. Di sebelah utara
terletak Gunung Uhud, dan di sebelah barat daya terletak Gunung Ir. Di Madinah
juga terdapat beberapa lembah, dan yang paling terkenal adalah Lembah Bathan,
Lembah Mudzainib, Lembah Mahzur, dan Lembah Aqiq. Posisi Madinah membentang
dari arah selatan ke arah utara dan bertemu dengan beberapa aliran sungai yang
mengalir dari Raumah.[2]

B.  Kebudayaan
Islam pada Masa Nabi Muhammad SAW Fase Madinah

Dalam buku The World University Encyclopedia dijelaskan
bahwa culture (kebudayaan) adalah the way of life of a society. It is
totality of the spiritual,intellectual, and artistic attitudes shared by a
group, including its tradition, habits, social costums, morals, laws, and
social relations.
(Kebudayaan adalah pandangan hidup sebuah masyarakat; ia
adalah totalitas spiritual, intelektual, dan sikap artistik yang dibentuk oleh
masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan
sosial).
Menurut E.B. Taylor, budaya adalah keseluruhan yang kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan
dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat.
Jadi secara umum, kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan
cipta masyarakat. Untuk menguasai alam, masyarakat memerlukan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang dihasilkan dari karya masyarakat. Rasa yang
meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosial yang
perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas. Di dalamnya termasuk juga agama,
ideologi, kebatinan, dan kesenian yang dihasilkan masyarakat. Dan cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat,
antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Cipta bisa berbentuk
teori murni dan bisa juga telah disusun sehingga dapat langsung diamalkan oleh
masyarakat.[3]
Dalam menjalankan misi kenabian di Mekkah, tekanan kafir Quraisy
terhadap umat Islam terus-menerus dilancarkan. Pertumbuhan umat Islam dari hari
ke hari, tidak meredakan permusuhan bahkan cenderung terus meningkat permusuhan
yang dilancarkan kaum kafir Quraisy. Rasulullah b
ersama dengan sahabat dan umat Islam akhirnya hijrah ke
Madinah. Di Madinah, masyarakat cukup antusias dengan kedatangan Nabi dan beliau memiliki peluangyang cukup tinggi untuk diterima, bahkan ada
yang meminta Nabi untuk menjadi hakim atas perpecahan yang terjadi di
Madinah.
Pada suatu malam para pemuda Quraisy pilihan mengepung rumah
Rasulullah saw. Agar mereka dapat membunuhnya bila beliau keluar. Pada malam
itulah Rasulullah diperintahkan untuk hijrah, maka diaturlah, yakni Ali ibn Abi
Talib diperintahkan tidur di tempat tidurnya dengan memakai mantel Nabi yang
hijau dari Hadramaut. Keadaan itu diketahui pemuda Quraisy yang mengira bahwa Ali
yang masih membujur di tempat tidur Nabi adalah Muhammad sehingga mereka merasa
tenang. Tetapi ketika larut malam Nabi saw. Keluar tanpa diketahui oleh para
pemuda yang siap menerkam mangsanya itu dan beliau menuju ke rumah Abu Bakar.
Dari situ Nabi menuju Gua Sur di selatan Makkah, yang berada di sana tiga hari
tanpa banyak diketahui orang kecuali Abdullah ibn Abi Bakar, Aisyah dan Asma’
serta pembantu mereka ‘Amir ibn Fuhairah. Sedangkan Ali diperintahkan untuk
tinggal beberapa saat di Makkah untuk menyelesaikan amanat yang dititipkan
kepada Muhammad saw. Ketika kaum Quraisy mencari Nabi dan sampai kemulut Gua
Sur, Abu Bakar sempat panik dan khawatir kalau-kalau mereka melihat keduanya.
Tetapi kafir Quraisy mengurungkan masuk ke dalam Gua karena adanya sarang
labah-labah yang ada di mulut Gua itu dan dua ekor burung dara yang bertelur di
jalan masuk.[4]
Sebelum Nabi Muhammad meletakkan sendi-sendi kebudayaan Islam di
Madinah, tata nilai kebudayaan Islam sudah dirintis dengan sekelompok
orang-orang Madinah tentang pentingnya kehidupan yang membedah tata kehidupan
manusia yang semula terhadang dengan sekat kesukuan menjadi ruang lebih luas
sebagai negara bangsa. Budaya baru sebagai cikal bakal pembentukan negara dan
bangsa dirintis Nabi dengan mengadakan hijrah ke Habasyah, perjanjian aqabah 1
dan aqabah 2. Pertemuan yang diikuti ikrar kesetiaan dan persaudaraan dengan
orang-orang Madinah ini merupakan langkah positif dan strategis untuk memuluskan
jalan hijrah ke Madinah.[5]
Di Madinah, Nabi Muhammad SAW menerapkan syari’ah Islam dan
pembangunan ekonomi sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan
pindah ke Madinah, Nabi berhasil meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan Islam,
sebagai berikut:
1. Mendirikan
Masjid untuk tempat berkumpul dan bertemu disamping untuk beribadah kepada
Allah. Pada mulanya, masjid dapat dipakai sebagai tempat untuk mengadili
perkara, jual beli, dan sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya,
dipisahkanlah antara tempat shalat dan untuk jual beli demi menjaga kekhusukan
beribadah. Masjid yang dibangun Nabi bersama kaum muslimin ini merupakan
ruangan yang luas, temboknya terbuat dari batu bata dan tanah, beratap daun
kurma di sebagian, sedangkan di bagian lain dibiarkan terbuka. Di bagian lain
lagi diperuntukkan bagi fakir miskin yang tidak berumah, yang menempati sisi
yang beratap (suffah) sehingga mereka disebut ahl al-Suffah.[6]
2. Mempersaudarakan
antar kaum muslim, baik antar muhajirin maupun antara Muhajirin dan Anshar.
Kaum Muhajir adalah orang Mekkah yang hijrah ke Madinah. Sementara kaum Anshar
adalah penduduk Madinah yang menolong Rasulullah dan kaum Muhajir. Muhajirin
dalam keadaan miskin di tempat tinggal yang baru karena mereka tidak membawa
harta kekayaannya yang ada di Mekkah.
Rasulullah SAW mengambil contoh dengan mengambil Ali ibn Abu Thalib
sebagai saudaranya sendiri. Hamzah, pamannya dipersaudarakan dengan Zaid ibn
Haritsah, dahulu hamba sahaya Nabi dan termasuk orang yang pertama masuk Islam.
Abu Bakar Shidiq dipersaudarakan dengan Kharijah ibn Zuhair. Ja’far ibn Abu
Thalib dipersaudarakan dengan Muadz ibn Jabal. Umar ibn Khattab dipersaudarakan
dengan ‘Itban ibn Malik al-Khazraji. Nabi juga mempersaudarakan antara kaum
Muhajir dan Kaum Anshar.[7]
Mereka saling tolong-menolong bahkan membagikan rumah yang mereka miliki dan
harta mereka. Persaudaraan ini terjadi lebih kuat daripada hanya persaudaraan
yang berdasarkan keturunan. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah
menciptakan sebuah kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari
persatuan yang berdasarkan kabilah.[8]
3. Membuat
perjanjian untuk saling bekerja sama dan saling membantu antara kaum muslim dan
non-muslim. Masyarakat Madinah waktu itu terdiri dari 12 kelompok mengadakan
perjanjian yang dikenal Piagam Madinah. Mereka diwakili oleh tiga kelompok
besar, yaitu kaum muslim, orang Arab yang belum masuk Islam dan kaum Yahudi
dari Bani Nadir dan Bani Quraizah. Dalam Piagam Madinah tersebut berisi lima
perjanjian yang disepkati, yaitu:
a.  Tiap kelompok
dijamin kebebasannya dalam beragama.
b.  Tiap kelompok
berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah.
c. Tiap kelompok
harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah, baik muslim maupun yang
non-muslim.
d. Penduduk
Madinah semuanya sepkat mengangkat Muhammad sebagai pemimpinnyadan memberi
keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya.
e. Meletakkan
landasan berpolitik, ekonomi, dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru
terbentuk.[9]
4. Peletakkan
dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial. Dasar berpolitik dalam negeri Madinah
antara lain ialah prinsip keadilan yang harus dijalankan kepada setiap penduduk
tanpa pandang bulu. Kesamaan derajat antara manusia yang satu dengan yang lain,
yang membedakan antara mereka ialah ketaqwaan kepada Allah semata. Yang lain
adalah prinsip musyawarah untuk memecahkan segala persoalan dengan dalil
al-Qur’an Q.S al-Syura: 38.
Pemerintahan yang dibentuk Nabi di Madinah, terdapat beberapa hal
yang prinsipel dan pokok seperti termuat dalam Piagam Madinah, terdiri dari 47
pasal di antaranya adalah negara dan pemerintahan  Madinah adalah bercorak teokrasi yang
dikepalai oleh seorang Rasul yakni Muhammad dan ia adalah pemimpin agama. Ia
membuat UU atas dasar al-Qur’an. Walaupun Nabi adalah kepala pemerintahan,
namun kedaulatan ada di tangan Allah.
Untuk mengendalikan pemerintahan Nabi di Madinah juga sudah ada
sebuah sekretariat negara, negara juga terbagi menjadi 9 provinsi yang
dikepalai oleh seorang wali (gubernur), dan sebanyak dua puluh satu yang
dikepalai oleh seorang ‘amil yang tugas utamanya sebagai tax
collector.
Ada sumber-sumber pendapatan negara seperti: ghanimah, zakat,
jizyah
(pajak keamanan), kharaj (pajak tanah bagi non-muslim) dan
al-fay
. Selain itu, ada Departemen Kehakiman yang dikepalai oleh Nabi, juga
ada Pertahanan dan Bidang Keagamaan.[10]
Pada masa pemerintahan Nabi di Madinah juga banyak terjadi peperangan
sebagai upaya kaum muslimin dalam mempertahankan dalam mempertahankan diri dari
serangan musuh. Di awal pemerintahan, Nabi melakukan ekspedisi ke luar untuk
mempertahankan dan melindungi negara yang baru dibentuk. Perjanjian dengan kabilah-kabilah
di sekitar Madinah dilakukan dengan maksud memperkuat kedudukan negara. Untuk
menghadapi kemungkinan serangan musuh, Nabi membuat siasat dan membentuk
pasukan perang. Umat Islam diizinkan perang karena dua alasan:
a.  Untuk melindungi
diri dan melindungi hak milik.
b. Untuk menjaga
keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankan diri dari
penghalang.[11]
Beberapa perang yang pernah terjadi dalam rangka menentukan masa
depan negara Islam antara lain:

1. Perang Badar

Persoalan antara kaum Muslimin Madinah dengan kaum Quraisy belum
selesai. Hal ini antara lain menegnai masalah perdagangan Quraisy yang
sewaktu-waktu dapat diganggu oleh kaum Muslimin Madinah karena letak Madinah
yang menghubungkan jalur perdagangan antara Syam di utara kota itu dan Makkah
di selatan kota Nabi tersebut. Pada tahun kedua Hijriyah di bulan Ramadhan
terjadilah perang Badar al-Kubra, antara kaum Muslimin Madinah di bawah
pimpinan Rasulullah saw. Melawan kaum Quraisy dengan sebab-sebab antara lain
ialah Quraisy ingin melenyapkan musuhnya, padahal mereka telah merampas harta
kaum Muslimin di Makkah. Sebab langsung perang ini ialah ketika kaum Muslimin
menahan kafilah Quraisy pimpinan Abu Sufyan.
Medan pertempuran terjadi di dekat sumur Badr antara Makkah dan
Madinah. Sumur itu kepunyaan seorang yang bernama Badr sehingga dikenal dengan
perang Badar.

2. Perang Uhud

Perang Uhud terjadi di kaki Gunung Uhud yang terletak di utara
Madinah pada pertengahan bulan Sya’ban tahun ke-3 Hijriyah. Sebab-sebab perang
adalah kaum Quraisy ingin menebus kekalahan yang dideritanya pada waktu perang
Badar.
Nabi saw. Mengatur posisi pasukan sesampainya di bukit Uhud.
Limapuluh orang pemanah yang handal di bawah pimpinan Abdullah ibn Jabir
diletakkan oleh Nabi di tempat yang dapat dimasukki oleh pasukan musuh untuk
memukul pasukan Islam dari belakang. Kemudian mulailah perang tanding satu
lawan satu sebelum pertempuran massal terjadi. Keluarlah Talhah ibn Abi Talhah
dari Quraisy yang dilawan oleh Ali ibn Abi Thalib, dan terbunuhlah Talhah.
Disusul oleh Usman, saudara Talhah, yang mati terbunuh ditangan Hamazah. As’ad,
saudara Talhah yang lain keluar pula, namun nasib malang, ia terbunuh ditangan
Ali ibn Abi Thalib. Satu lagi saudara Talhah keluar, yakni Musami’ yang juga
tewas terbunuh.
Pada awal pertempuran kaum Muslimin memperlihatkan kemenangannya.
Tetapi pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Nabi di posnya tadi meninggalkan
kedudukannya lantaran silau dengan harta rampasan perang sebagaimana dilakukan
oleh pasukan yang lain, yang berakibat fatal. Pasukan Khalid dapat memasuki
wilayah strategis tadi dan ganti memukul pasukan Muslimin, sehingga kacau
balaulah pasukan yang dipimpin langsung oleh Nabi itu, yang akhirnya pasukan
Muslimin menderita kekalahan. Kalau dilihat kekalahan kaum muslimin ketika
hampir selesai perang Uhud ialah karena mereka berani melanggar perintah
Rasulullah untuk tidak meninggalkan tempat yang telah ditentukannya hanya
lantaran mengejar duniawi, harta rampasan perang yang memang melimpah.

3. Perang Khandaq

Perang Ahzab atau Khandaq terjadi pada bulan syawal tahun ke 5
Hijriyah, bertempat disekitar Madinah. Dinamakan Ahzab atau sekutu karena
Quraisy mengajak suku-suku lain untuk bergabung, dan dikatakan Khandaq karena
disekitar Madinah terutama dibagian utara kota digali parit atas usul Salman
Alfarisi untuk mempertahankan kota dari serangan musuh.
Rupanya jalan kemenangan bagi kaum Muslimin telah kelihatan
samar-samar tatkala seorang yang bernama Nu’aim ibn Mas’ud, seorang pemimpin
Arab yang telah masuk Islam dan datang kepada Rasulullah menawarkan diri untuk
membantu Nabi dengan cara apa saja yang diperintahkan oleh Rasul, ia akan
jalankan.[12]
Sudah lama kaum Muslimin bermukim di Madinah, kira-kira 6 tahun,
waktu yang cukup untuk memendam rindu. Kaum Muslimin ingin melihat kampung
halamnnya dan menengok sanak saudaranya yang ditinggalkan di Makkah. Mereka
merencanakan mengerjakan Umrah pada bulan yang dihormati bagi bangsa Arab yang
dilarang didalamnya untuk menumpahkan darah. Mereka bersama Rasulullah saw.
Kira-kira 1000 orang berangkat ke Makkah dengan pakaian Ikhram putih-putih,
tanpa membawa senjata kecuali pedang yang ada disarungnya untuk membela diri
dijalan.walau demikian kaum Quraisy tidak percaya kedatangan Muslimin tadi
untuk Umrah, mereka mengira bahwa kaum Muslimin itu datang ke Makkah untuk
berperang. Kaum Quraisy berusaha menghambat kedatangan kaum Muslimin dengan
mencegat mereka namun ternyata mereka melewati jalan yang lain. Ketika sampai
di tempat yang bernama Hudaibiyah Rasulullah mengutus Usman ibn Affan ke Makkah
untuk mengadakan pembicaraan dengan Quraisy. Usman ditahan oleh Quraisy dan
diisukan bahwa ia dibunuh oleh musuh. Tapi kemudian Usman datang, menghilangkan
kekhawatiran bagi Quraisy dan diadakan perundingan antara kedua kelompok itu
yang dinamakan perjanjian Hudaibiyah.[13]
Adapun isinya yaitu:
1. Kaum Muslimin
boleh mengunjungi ka’bah tetapi ditangguhkan sampai dengan tahun depan.
2. Lama kunjungan
dibatasi sampai tiga hari saja.
3. Kaum Muslimin
wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang melarikan diri ke Madinah, begitu
pula sebaliknya.
4. Diadakan
genjatan senjata antara masyarakat Makkah dan Madinah selama sepuluh tahun.
5. Setiap kabilah
bebas untuk masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy ataupun kaum Muslimin.[14]

BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan

Kota Madinah yang dahulunya bernama Yastrib merupakan kota
terpenting sesudah Mekkah di Hijaz. Kota Madinah adalah sebuah negeri yang
tanahnya subur dan banyak airnya. Wilayah ini dikelilingi oleh tanah tak
berpasir dari empat penjuru arah.
Hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah membawa perubahan yang baik
bagi masyarakat Madinah. Ketika di Madinah, Nabi Muhammad berperan sebagai
kepala negara sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan, dan
tanggung jawab atas departemen-departemen yang dibentuknya serta sebagai
pemimpin agama. Dengan pindahnya Nabi ke Madinah, Nabi juga berhasil meletakkan
dasar-dasar kemasyaraktan Islam, diantaranya mendirikan masjid untuk tempat
berkumpul dan bertemu disamping untuk beribadah kepada Allah; mempersaudarakan
antar kaum Muslimin, baik antar kaum Muhajir maupun antara kaum Muhajir dan
Anshar; membuat perjanjian untuk bekerja sama dan saling membantu antara kaum
Muslim dan non-Muslim serta peletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial.
Adapun kebudayaan yang ada pada masyarakat Madinah diantaranya saling
tolong-menolong antar sesama, adanya persamaan derajat, perang, dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA


Al-Umuri, Akram
Dhiya. 2004. Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap
Riwayat Dhaif
. Terjemahan oleh Abdul Rosyad Shidiq. Jakarta: Darul
Falah.
Karim, M. Abdul.
2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka.
Khoiriyah.
2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam: Dari Arab sebelum Islam hingga
Dinasti-Dinasti Islam.
Yogyakarta: Teras.
Mufrodi, Ali.
1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta:
Logos.
Supriyadi, Dedi.
2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ummatin, Khoiro.
2013. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Teras.


[1] Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam: Dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam,
(Yogyakarta:
Teras, 2012), hlm. 7-8.
[2] Akrm Dhiya
Al-Umuri, Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat
Dhaif,
Terjemahan oleh Abdul Rosyad Shidiq (Jakarta: Darul Falah,
2004), hlm. 226.
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), hlm. 16-18.
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab,
(Jakarta: Logos, 1997), hlm. 24.
[5] Khoiro
Ummatin, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm.
52-53.
[6] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Pustaka, 2007), hlm. 68.
[7] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…, hlm. 68-69.
[8] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam…,  hlm. 63-64.
[9] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam…, hlm.
69-70.
[10] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam…, hlm.
74-75.
[11] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam.., hlm. 40-41.
[12] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab…,
hlm. 29-34.
[13] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab…,
hlm. 35-36.
[14] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam…, hlm. 44.



Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top