Bismillahirrahmanirrahim
JANGAN JADI PECAHAN
BINTANG!
BINTANG!
Sehelai serat kabel,
meski hanya sedikit lebih tebal dari rambut manusia, bila masih
tersambung dengan generator listrik berkekuatan besar yang menyala, pasti memiliki wibawa yang
menggentarkan siapa saja. Namun, kabel-kabel raksasa yang teronggok di pinggir
jalan dalam gulungan-gulungan, tidak ditakuti siapa-siapa bahkan menjadi mangsa
empuk para maling. Bisa dirampok begitu saja, tanpa sanggup melindungi
dirinya sendiri. Begitulah hakikat
kekuatan manusia, tanpa terkecuali.
meski hanya sedikit lebih tebal dari rambut manusia, bila masih
tersambung dengan generator listrik berkekuatan besar yang menyala, pasti memiliki wibawa yang
menggentarkan siapa saja. Namun, kabel-kabel raksasa yang teronggok di pinggir
jalan dalam gulungan-gulungan, tidak ditakuti siapa-siapa bahkan menjadi mangsa
empuk para maling. Bisa dirampok begitu saja, tanpa sanggup melindungi
dirinya sendiri. Begitulah hakikat
kekuatan manusia, tanpa terkecuali.
Meski kecil dan
lemah, tidak memiliki cukup sumberdaya dan pengikut, kita pasti disegani bila tersambung dengan Sang Pemilik
kekuatan sejati. Kita mendengar Allah berfirman kepada Musa ‘alaihis salam,
yang hanya ditemani saudaranya (Harun ‘alaihis salam) tatkala berangkat
untuk menegur penguasa paling jahat sepanjang masa, Fir’aun. Mereka berdua
sempat gentar dan takut, terlebih Fir’aun ditopang sistem yang diperlengkapi
dengan seluruh perangkatnya; keras maupun lunak, sipil maupun militer. Akan tetapi,
“Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama
kamu berdua. Aku mendengar dan Aku melihat.” (QS Thaha: 46).
lemah, tidak memiliki cukup sumberdaya dan pengikut, kita pasti disegani bila tersambung dengan Sang Pemilik
kekuatan sejati. Kita mendengar Allah berfirman kepada Musa ‘alaihis salam,
yang hanya ditemani saudaranya (Harun ‘alaihis salam) tatkala berangkat
untuk menegur penguasa paling jahat sepanjang masa, Fir’aun. Mereka berdua
sempat gentar dan takut, terlebih Fir’aun ditopang sistem yang diperlengkapi
dengan seluruh perangkatnya; keras maupun lunak, sipil maupun militer. Akan tetapi,
“Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama
kamu berdua. Aku mendengar dan Aku melihat.” (QS Thaha: 46).
Kita kemudian mafhum, pada kenyataannya Fir’aun dan seluruh
balatentaranya justru gagal menghalangi misi Musa dan Harun ‘alaihima
as-salam. Bahkan, Fir’aun sendiri dibuat sangat repot dan kehabisan akal,
sebelum akhirnya dibinasakan oleh Allah. Seluruh upaya dan tindakannya terkalahkan,
bahkan berbalik menyerang dirinya sendiri. Para penyihir, yang diandalkan oleh Fir’aun
untuk menundukkan Nabi Musa, justru beriman kepada risalah beliau secara
terang-terangan di hadapan seluruh rakyat yang menyaksikannya. Sangat tepat
kiranya jika ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata, “Siapa saja yang takut kepada
Allah, niscaya Allah akan membuat segala sesuatu takut kepadanya. Dan siapa
saja yang tidak takut kepada Allah niscaya ia akan takut kepada segala
sesuatu.” (Riwayat al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 943).
balatentaranya justru gagal menghalangi misi Musa dan Harun ‘alaihima
as-salam. Bahkan, Fir’aun sendiri dibuat sangat repot dan kehabisan akal,
sebelum akhirnya dibinasakan oleh Allah. Seluruh upaya dan tindakannya terkalahkan,
bahkan berbalik menyerang dirinya sendiri. Para penyihir, yang diandalkan oleh Fir’aun
untuk menundukkan Nabi Musa, justru beriman kepada risalah beliau secara
terang-terangan di hadapan seluruh rakyat yang menyaksikannya. Sangat tepat
kiranya jika ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata, “Siapa saja yang takut kepada
Allah, niscaya Allah akan membuat segala sesuatu takut kepadanya. Dan siapa
saja yang tidak takut kepada Allah niscaya ia akan takut kepada segala
sesuatu.” (Riwayat al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 943).
Sebenarnyalah, sebesar
apa pun para tiran musuh Allah itu, mereka ibaratnya hanya pecahan bintang yang telah terpisah dari
induknya. Terlihat mendahsyatkan dan mengerikan. Tapi, sebentar lagi mereka akan meredup dan padam, lalu
eksistensinya hanya hadir sebagaimana layaknya bebatuan. Segenap gas dan unsur yang menyelimuti dirinya akan
menguap dan luruh. Tak lama kemudian,
ia menjadi dingin dan pasif. Akhirnya, siapa
saja bisa mencungkil bahkan meremukkannya dalam kepingan-kepingan.
apa pun para tiran musuh Allah itu, mereka ibaratnya hanya pecahan bintang yang telah terpisah dari
induknya. Terlihat mendahsyatkan dan mengerikan. Tapi, sebentar lagi mereka akan meredup dan padam, lalu
eksistensinya hanya hadir sebagaimana layaknya bebatuan. Segenap gas dan unsur yang menyelimuti dirinya akan
menguap dan luruh. Tak lama kemudian,
ia menjadi dingin dan pasif. Akhirnya, siapa
saja bisa mencungkil bahkan meremukkannya dalam kepingan-kepingan.
Keluarga, komunitas, lembaga,
yayasan, sekolah, universitas, ormas,
partai, rezim, negara akan meredup dan padam
manakala telah terpisah dari Dzat yang abadi, Allah ta’ala; meski
bangunannya megah, kantornya mewah, sumberdaya manusianya melimpah, uangnya tumpah-ruah.
Sungguh, semua selain Allah adalah fana, tak terhindarkan lagi. Allah berfirman, “Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah.” (QS al-Qashash: 88).
yayasan, sekolah, universitas, ormas,
partai, rezim, negara akan meredup dan padam
manakala telah terpisah dari Dzat yang abadi, Allah ta’ala; meski
bangunannya megah, kantornya mewah, sumberdaya manusianya melimpah, uangnya tumpah-ruah.
Sungguh, semua selain Allah adalah fana, tak terhindarkan lagi. Allah berfirman, “Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah.” (QS al-Qashash: 88).
Oleh karena itu pula, Allah menyuruh kita bersandar kepada-Nya, agar memiliki
cukup kekuatan dan tenaga dalam mengarungi kehidupan duniawi. Diri kita sendiri
dipenuhi banyak kelemahan, keterbatasan, dan ketidakabadian sehingga tidak akan
pernah cukup untuk dijadikan sebagai andalan. Allah berfirman, “…Tuhan Penguasa timur dan barat, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka jadikan Dia sebagai sandaran.” (QS Al-Muzzammil: 9).
cukup kekuatan dan tenaga dalam mengarungi kehidupan duniawi. Diri kita sendiri
dipenuhi banyak kelemahan, keterbatasan, dan ketidakabadian sehingga tidak akan
pernah cukup untuk dijadikan sebagai andalan. Allah berfirman, “…Tuhan Penguasa timur dan barat, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka jadikan Dia sebagai sandaran.” (QS Al-Muzzammil: 9).
Dia juga menyuruh
kita untuk membesarkan-Nya semata, agar seluruh aktivitas kita tidak terlepas
dari sumber asasinya dan berpuncak kepada tujuan tertingginya. Amal yang disandarkan kepada Allah pasti abadi dan
buahnya akan dipanen turun-temurun. Dia berfirman, “Dan Tuhanmu, maka
besarkanlah!” (QS Al-Muddatsir: 3). Dalam konteks inilah pernyataan ar-Rabi’
bin Khutsaim (Kibar Tabi’in, w. 61 H) berikut memiliki relevansi nyatanya:
“Segala sesuatu yang dengannya tidak ditujukan untuk mencari wajah Allah,
niscaya menjadi remeh tak berarti.” (Mukhtashar Syu’abil Iman, cabang ke-45).
kita untuk membesarkan-Nya semata, agar seluruh aktivitas kita tidak terlepas
dari sumber asasinya dan berpuncak kepada tujuan tertingginya. Amal yang disandarkan kepada Allah pasti abadi dan
buahnya akan dipanen turun-temurun. Dia berfirman, “Dan Tuhanmu, maka
besarkanlah!” (QS Al-Muddatsir: 3). Dalam konteks inilah pernyataan ar-Rabi’
bin Khutsaim (Kibar Tabi’in, w. 61 H) berikut memiliki relevansi nyatanya:
“Segala sesuatu yang dengannya tidak ditujukan untuk mencari wajah Allah,
niscaya menjadi remeh tak berarti.” (Mukhtashar Syu’abil Iman, cabang ke-45).
Tapi, Allah Maha Tahu
bahwa semua itu tidak pernah mudah. Selalu terhubung dengan Allah bukanlah
pekerjaan sepele. Sebab, kebanyakan manusia diselimuti perasaan cukup oleh potensi dan kekuatannya sendiri. Mereka lebih suka menjadi pecahan bintang, melepaskan
diri dari induknya. Oleh karenanya pula, Allah menegur kebiasaan buruk manusia ini dengan
berfirman, “Jangan begitu! Sungguh manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya
serba cukup.” (QS Al-‘Alaq: 6-7).
bahwa semua itu tidak pernah mudah. Selalu terhubung dengan Allah bukanlah
pekerjaan sepele. Sebab, kebanyakan manusia diselimuti perasaan cukup oleh potensi dan kekuatannya sendiri. Mereka lebih suka menjadi pecahan bintang, melepaskan
diri dari induknya. Oleh karenanya pula, Allah menegur kebiasaan buruk manusia ini dengan
berfirman, “Jangan begitu! Sungguh manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya
serba cukup.” (QS Al-‘Alaq: 6-7).
Karena tidak gampang itu pula maka segera
setelah perintah bersandar kepada Allah (dalam surah al-Muzzammil) dan perintah
membesarkan Allah semata (dalam surah al-Muddatsir) tersebut, Al-Qur’an segera mengiringinya dengan perintah untuk bersabar: “Dan bersabarlah atas apa yang mereka katakan….” (QS Al-Muzzamil: 10). Kemudian: “Dan,
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, maka bersabarlah.” (QS Al-Muddatsir:
7).
setelah perintah bersandar kepada Allah (dalam surah al-Muzzammil) dan perintah
membesarkan Allah semata (dalam surah al-Muddatsir) tersebut, Al-Qur’an segera mengiringinya dengan perintah untuk bersabar: “Dan bersabarlah atas apa yang mereka katakan….” (QS Al-Muzzamil: 10). Kemudian: “Dan,
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, maka bersabarlah.” (QS Al-Muddatsir:
7).
Jelas bukan suatu kebetulan pula jika ayat-ayat tersebut
diletakkan dalam surah-surah yang paling awal diturunkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Untuk diketaui, menurut sebagian riwayat tata urutan
penurunan (tartib nuzuli) surah-surah Al-Qur’an dimulai dengan al-‘Alaq,
al-Qalam, al-Muzzammil, al-Muddatsir, dan al-Fatihah. Setelah itu dilanjutkan
dengan al-Lahab, at-Takwir, al-A’la, al-Lail, al-Fajr, adh-Dhuha, al-Insyirah, al-‘Ashr,
dan seterusnya sampai ditutup dengan an-Nashr sebagai surah terakhir yang turun
secara lengkap.
diletakkan dalam surah-surah yang paling awal diturunkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Untuk diketaui, menurut sebagian riwayat tata urutan
penurunan (tartib nuzuli) surah-surah Al-Qur’an dimulai dengan al-‘Alaq,
al-Qalam, al-Muzzammil, al-Muddatsir, dan al-Fatihah. Setelah itu dilanjutkan
dengan al-Lahab, at-Takwir, al-A’la, al-Lail, al-Fajr, adh-Dhuha, al-Insyirah, al-‘Ashr,
dan seterusnya sampai ditutup dengan an-Nashr sebagai surah terakhir yang turun
secara lengkap.
Mata rantai nilai-nilai yang ditunjukkan pada wahyu-wahyu
permulaan itu begitu jelas dan gamblang. Allah meminta kita agar tidak
melepaskan diri dari-Nya. Langkah demi langkah Dia membimbing kita untuk
bersabar menyambungkan diri kepada-Nya, persis seperti ‘alaq yang
menempel pada dinding rahim kemudian tumbuh perlahan-lahan. ‘Alaq adalah
bentuk jamak dari ‘alaqah, artinya: segumpal darah atau zygote. Bukankah
kita semua, setiap manusia, dulunya seperti itu? Dan, betapa ajaibnya ketika
wahyu pertama pun diturunkan dalam surah yang bernama al-‘Alaq!*** Wallahu a’lam.
permulaan itu begitu jelas dan gamblang. Allah meminta kita agar tidak
melepaskan diri dari-Nya. Langkah demi langkah Dia membimbing kita untuk
bersabar menyambungkan diri kepada-Nya, persis seperti ‘alaq yang
menempel pada dinding rahim kemudian tumbuh perlahan-lahan. ‘Alaq adalah
bentuk jamak dari ‘alaqah, artinya: segumpal darah atau zygote. Bukankah
kita semua, setiap manusia, dulunya seperti itu? Dan, betapa ajaibnya ketika
wahyu pertama pun diturunkan dalam surah yang bernama al-‘Alaq!*** Wallahu a’lam.
[*]
Alimin Mukhtar. Jum’at, 02 Ramadhan 1436 H. Pernah dimuat di hidayatullah.or.id, dalam versi lebih singkat.
Alimin Mukhtar. Jum’at, 02 Ramadhan 1436 H. Pernah dimuat di hidayatullah.or.id, dalam versi lebih singkat.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.