#Aopok – #Berita – Dunia #pendidikan di Demak tengah dihebohkan oleh sebuah #kasus yang menyeret seorang #guru madrasah ke meja hijau. Sang guru kini harus berhadapan dengan #tuntutan #GantiRugi sebesar Rp 25 juta dari orang tua salah satu siswanya, usai diduga menampar #murid tersebut. #Kasus ini sontak menjadi sorotan publik dan memicu beragam komentar, bahkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf, turut angkat bicara.
Baca Juga : Menelusuri Asal-usul Provinsi dan Kabupaten di Bangka Belitung
#Peristiwa ini bermula ketika guru madrasah tersebut, yang identitasnya tidak disebutkan secara rinci, diduga melakukan tindakan fisik berupa tamparan kepada salah seorang muridnya. Meskipun detail mengenai konteks kejadian masih simpang siur, insiden ini berbuntut panjang. Orang tua siswa yang merasa keberatan dengan tindakan guru tersebut kemudian melayangkan tuntutan hukum, meminta ganti rugi materiil senilai puluhan juta rupiah.
Kasus ini sontak memicu perdebatan sengit di masyarakat, khususnya di kalangan pendidik dan orang tua. Banyak yang menyayangkan insiden ini, mengingat peran guru sebagai pendidik yang seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif. Namun, tak sedikit pula yang berpendapat bahwa tindakan guru terkadang didasari niat mendidik, meskipun cara yang digunakan mungkin keliru.

Menanggapi kasus yang tengah ramai ini, Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, menyatakan keprihatinannya. Beliau menekankan pentingnya pendekatan yang proporsional dalam mendidik anak. “Kita harus melihat kasus ini secara komprehensif. Peran guru sangat mulia, tetapi cara mendidik juga harus sesuai dengan norma dan etika. Kekerasan fisik, sekecil apa pun, tidak bisa dibenarkan,” tegas Gus Yahya, sapaan akrabnya.
Baca Juga : Bea Cukai Bentuk Satgas Nasional untuk Perangi Barang Ilegal
Gus Yahya juga menambahkan bahwa kasus ini perlu menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik guru, orang tua, maupun institusi pendidikan, untuk lebih mengedepankan komunikasi dan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan. “Penting untuk mencari solusi terbaik yang tidak merugikan pihak manapun, terutama psikis anak-anak,” imbuhnya.
Saat ini, proses hukum terkait tuntutan ini masih bergulir. Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk meninjau kembali batasan-batasan dalam metode pengajaran serta pentingnya perlindungan hukum bagi guru dan siswa.
Baca Juga : Turki Blokir Konten Grok karena Hina Erdogan dan Mustafa Kemal Ataturk
