“ Bangunkan saya kalau sudah sampai di Plaza Senayan ”kata saya kepada Lina saat kendaraan masuk toll Pluit. “ Ya pak” Jawab Lina. Masuk kawasan Roxy saya minta berhenti. Karena mau beli rokok. “ Bapak mau beli apa? saya aja yang turun” Kata Lina siap siap mau turun dari kendaraan.
“ Kamu tunggu aja di mobil. Perusahaan bayar kamu bukan untuk urusan pribadi saya” Kata saya langsung ke luar.
Umumnya di teras indomerat ada kursi dan table untuk orang merokok. Saya terima telp dan duduk di kursi itu sambil merokok. Saya melirik kesamping. Ada pria dan wanita sedang bicara. Wanita itu bersama Balita. Usai telp saya habiskan waktu untuk sebatang rokok.
“ Gua belum kerja. Lu sabar aja di ruman orang tua lu.” kata pria itu. Mungkin dia suami wanita itu. Wanita itu istrinya. Keliatan berusaha maklum tapi wajahnya terkesan sedih. Sambil menggedong balitanya. Keluarga kecil yang harus menghadapi hidup tidak ramah. Mereka masih muda dan masih Panjang masa depannya.
“ Gua kerja serabutan di kota. Hanya dapat uang bayar kost dan makan doang. “ kata sang suami. Wanita itu mengangguk dengan raut wajah sedih. “ Malu minta sama ayah untuk beli susu. Mereka juga sedang sulit” kata sang istri. Suaminya tertunduk entah apa yang dipikirkannya. Sepertinya dia tidak sanggup menatap wajah istrinya. Malu dan tak berdaya.
“ Dik, maaf “ kata saya dengan tersenyum ramah. Terdorong begitu saja menegur mereka. “ Siapa nama anaknya? kata saya membelai kepala anak itu yang sedang digendong.
“ Ipul pak” Kata Pria itu. Saya keluarkan uang dari tas selempang saya 15 lembar pecahan Rp. 100.000. Saya berikan uang itu kepada anak itu. Mereka terkejut. “ Engga usah pak. Kebanyakan uangnya.” Kata sang istri. Saya senyum aja dan berlalu.
Saat masuk ke dalam kendaraan. Saya tanya ke lina” Kamu ada lowongan engga?
“ Kebetulan kita lagi tambah karyawan untuk pabrik footware.” kata Lina.
“ Dik, “ saya panggil pria itu dari dalam kendaraan. Dia dan istrinya mendekat. “ Tadi kerja dimana? tanya saya kepada pria itu. “Di Bekasi pak. Pabrik.” Katanya mendekati saya.
” Kami tadi tinggal di Bekasi tapi sekarang saya dan anak saya ngungsi ke rumah orang tua di Roxy” kata istrinya.
“ Bagian apa ? tanya saya.
“ Supir kanvas” kata pria itu.
Saya minta kartu nama Lina. “ Kamu datang aja ke alamat pabrik yang ada dibalik kartu nama ini. Semoga diterima ya” Kata saya menyerahkan kartu nama Lina ke pria itu.
“ Terimakasih pak. “ Kata istrinya dengan airmata berlinang.
Dalam kendaraan saya termenung. Begitu banyak korban PHK. Anehnya antar kementrian dan Pemda saling sanggah data PHK. Bukannya sibuk atasi. Tapi mungkin mereka sibuk yang lain. Moga aja keadaan ekonomi kembali pulih.
“ Pak “ seru Lina. “ Mengapa PHK terus terjadi. Apa ada yang salah. Padahal mereka para perkerja itu kan kelas menengah dalam hitungan statistic. Sumber daya penting bagi kita untuk menjadi negara maju.“ tanya Lina.
“ Ya benar. Kelas menangah di Indonesia itu adalah mereka yang punya pendapatan 1,6 juta-6 juta rupiah. Kualitas SDM seperti itu tidak jauh beda dengan kualitas dunia usaha di Indonesia. Maklum hampir lebih 2/3 dunia usaha Indonesia terkait dengan rente. Misal pabrik Mie. Kalau tidak ada insentif impor Gandum dari pemerintah tidak mungkin pabrik itu bisa menguntungkan. Contoh lagi, CPO, kalau tidak ada fasilitas securitisasi HGU sebagai collateral kredit investasi dan LC untuk kredit ekspor mana mungkin bisnis CPO bisa tumbuh. “ Kata saya.
“ Oh I see. “ Kata lina.
“ Nah ciri khas bisnis rente itu ada dua. Pertama. Tidak menghargai SDM. Para owner tidak menjadikan karyawan sebagai asset. Mengapa? Karena para boss tahu, bisnis nya bisa cuan karena pemerintah dan itu berkat lobi dia. Karyawan hanya pelengkap aja. Kalau engga puas, keluar aja. Banyak yang antri di luar sana. Situasi ini menempatkan pekerja tidak punya bargain dan tentu sulit berharap kinerja mereka punya value added income. Kalau ada PHK, mereka cepat sekali jatuh kelas ke level miskin.
Kedua. Pengusaha tidak peduli dengan R&D. Walau mereka punya IUP luas. Punya HGU luas. Punya fasilitas impor pangan. Punya fasilitas kredit. Mereka tidak peduli pentingnya alokasi dana riset untuk inovasi. Sementara secara personal mereka menumpuk laba yang diperoleh untuk konsumsi asset keras, yang tingkat depreciation nya tinggi.
Mindset seperti itu memang tidak ada niat untuk membangun usaha yang sustain. Sedikit aja ada masalah, mereka cepat sekali kontraksi. Dan tak lama kemudian terlilit beban cash flow negative. Dan ujungnya insolvent. PHK terjadi. Namun secara personal mereka tetap kaya. Yang korban pekerja…“ Kata saya.
“ Apakah karena bisnis nya salah ? atau pemerintah salah ?
“ Tidak ada bisnis yang salah. Yang ada mismanagement. Mengapa? Bisnis itu mengelola sumber daya terbatas. Keterbatasan terhadap modal, pasar, teknologi. Material, tenaga kerja. Keterbatasan itu karena factor kompetisi, perubahan regulasi pemerintah, demand and supply, lingkungan internal dan eksternal. Setiap waktu resiko mengancam. Management yang baik bisa mengubah resiko dan ancaman jadi peluang dan tumbuh berkelanjutan.
Pabrik tekstil di Indonesia, kita ambil contoh. Kalau menegement baik, tidak mungkin terjadi PHK secara luas. Disaat pabrik tekstil atau TPT kita jatuh. Justru industry TPT Bangladesh tumbuh pesat. Bayangkan aja. Tahun 2001 ekspor Bangladesh masih USD 5 miliar. Tahun 2023 udah mencapai USD 40 miliar. Trend nya dari tahun 2001 sampai tahun 20223 tumbuh terus. Rata rata dua digit. Mengapa? Karena mereka focus terhadap inovasi dan rantai pasokan yang efisien.
Pabrik alas kaki atau footwearI di indonesia banyak yang bankrupt. Tetapi tidak berlaku bagi India. Mereka justru tumbuh 2 digit. Apa pasal? Adanya program revitalisasi industry footwear. Seingga efisien. Dengan demikian bisa masuk ke ceruk pasar domestic dengan harga terjangkau oleh kalangan lapisan bawah. Jadi tidak sepenuhnya bergantung kepada pasar ekspor.
Di Indonesia. Produk pertanian seperti Cabe, Bawang, Tomat, harganya jatuh atau volatile sekali di tingkat petani. Petani suffering. Sementara data membuktikan kita masih impor cabe, bawang, tomat, ikan beku, garam. Yang impor itu adalah pabrik makanan olahan. Harga impor malah terus naik. Sementara produk petani ditingkat konsumen jatuh harganya karena melemahnya daya beli masyarakat. Yang berujung kepada deflasi. Mengapa ? itu karena tata niaga pertanian tidak teroganisir dengan baik. Tidak menjamin kontinuitas pasokan kepada industri pengolahan.
Tetapi tidak terjadi pada Thailand. Porsi agro Industri atau downstream pertanian dari tahun ke tahun terus meningkat pertumbuhannya. Karena produksi pertanian mampu menjamin kontinuitas pasokan kepada pabrik pengolahan makanan. Artinya proses transformasi pertanian tradisional ke Industri berjalan sukses. Nilai tambah agro industry yang tinggi memungkinkan petani sebagai pamasok mendapatkan imbal hasil yang tinggi juga. Setidaknya semua produk mereka terserap.
Kembali kepada tidak ada bisnis yang salah. Setiap perusahaan harus bisa melihat dan mempelajari fenomena yang berkembang. Karena berbisnis itu bukan seperti berburu di kebun binatang. Memang ada goal. Tetapi goal itu tidak statis. Ia terus bergerak karena berbagai factor. Fungsi menegment harus bisa mengantisipasi setiap adanya fenomena itu. Tentu itu berkat adanya planning, organizing, actuating and controlling dalam menagement process. Proses itu dijaga dan focus terhadap Plan, Do, Check, Evaluate.
Kalaulah process management berjalan dengan baik pada perusahaan tekstil. Tentu sudah di-evaluasi pasar domestic. Bahwa tidak sepenuhnya bisa diharapkan. Kalah bersaing dari China. Lets Do, mengubah business model sebagai supply chain global production dari merek terkenal seperti yang dilakukan oleh Bangladesh dan India. Kita punya keunggulan kompetitiv dalam hal upah. Atau seperti Vietnam yang memanfaatkan peluang outsource manufacture pada Industri TPT China, Korea, Jepang, Eropa, AS. Mereka perlu mass production yang efisien dari segi upah dan logistic. Tentu untuk bisa menjadi global partners harus didukung management production yang handal dan efisien. Ya focus kepada peningkatan value SDM.
Dan harus nya pemerintah sebagai regulator memahami juga fenomena bisnis. Sehingga bisa membuat kebijakan yang ramah dan support dalam proses bisnis mengatasi hambatan keterbatasan sumberdaya itu. Bukannya menaikan tariff impor yang justru menghambat kelancaran supply chain industry. Tetapi membebaskan impor barang setengah jadi untuk di finishing dalam negeri dan kemudian di ekspor lagi.
Jadi tidak ada istilah business lesu sehingga yang disalahkan adalah ekonomi. Tidak. Salahkan diri sendiri mengapa tidak focus mengelola sumber daya terbatas untuk terjadinya sustainable growth. Kata kuncinya adalah well menegement! “ Kata saya Panjang lebar mencerahkan
“ Lina kerja di GI sudah 15 tahun. Engga pernah ada PHK. Gaji terus naik. Bahkan GI memberikan upah buruh dua kali dari UMR. GI juga punya kebijakan 5% laba ditahan dicadangkan untuk jaring pengaman. Akumulasi dana itu sangat besar. Makanya waktu pandemic kemarin walau GI dapat fasilitas dana PEN dari pemerintah, tetapi GI tidak manfaatkan. Akumulasi 5% itu lebih dari cukup mengcover menurunnya income salama pandemic. “ Kata Lina.
“ Bisnis GI memang keliatan receh. Tidak berhubungan dengan rente. Pure market. Ya pabrik pengolahan agro, tableware, alas kaki dan minuman ringan, ikan beku, Alga. Namun sustain. Karena GI membangun bisnis lewat riset kuat dan dukungan kuat dari stakeholder di luar negeri. 90% produksi di ekspor dengan nilai tambah tinggi. Sehingga GI bisa meningkatkan value SDM lewat training dan upah yang sama dengan luar negeri, setidaknya sama dengan Malaysia dan Singapore.” Kata Lina. Saya senyum aja.
“ Walau lina sebagai Dirut GI, namun ada pertanyaan personal soal GI “ saya menoleh ke lina yang sedang drive kendaraan. “ Apa yang mendasari pemegang saham GI bisa bersikap humanitarian capitalism?
“ Pendiri GI kan Yuni dan Awi. Mereka berdua itu dari keluarga miskin. Awi hanya tamatan SMP. Pernah dipenjara karena jual kupon judi gelap. Itu dia lakukan kemiskinan. Yuni dibuang oleh suaminya karena kemiskinam juga. Tadinya mereka berdua bisnis underground. Setelah dapat modal cukup. Mereka mendirikan GI. Saya memberi mereka network market international dan network pembiayaan. Karena saya dianggap mentor, mereka patuhi saran saya agar berbisnis dengan tujuan ibadah. Ya visinya ibadah.” Kata saya.
“ Paham lina sekarang. “ kata Lina.” Karena visinya ibadah maka memang bukan untuk kepentingan pribadi. Tetapi bermanfaat untuk negara dengan patuh bayar pajak. Bermanfaat untuk rekanan. Mengajak mereka ikut berkembang. Bermanfaat untuk karyawan, menjadikan mereka sebagai asset dan sumber daya yang harus dibina kembangkan. “ Sambung lina menyimpulkan. Saya senyum aja.
Sesampai di plaza senayan. “ Kamu ada uang cash rupiah? Uang cash saya habis.”
“ Ada pak.” Kata lina segera ambil dari dalam tasnya dan serahkan uang satu ikat pecahan Rp. 100 ribu. Saya ambil uang itu dan keluar dari kendaraan. “ Kamu langsung ke kantor aja lagi. Engga usah tunggu saya.”
“ Ya pak.”
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.