Uncategorized

BALAGHOH BAB TASBIH


Hasil gambar untuk NGAJI JAUHARUL MAKNUN
تَشْبِيْهٌ
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Al-qur’an dan Al-hadis merupakan pedoman tertinggi umat islam. Dengan
pedoman inilah umat islam akan melaksanakan syariah, akidah dan akhlak secara
benar. Maka dari itu mempelajari al-qur’an dan al-hadis adalah suatu yang wajib
bagi setiap muslim agar dapat memahami ajaran islam yang hakiki. Karena
al-qur’an dan al-hadis itu menggunakan bahasa arab, maka yang pertama harus
memahami kaidah-kaidah sastra bahasa arab. Kaidah-kaidah tersebut diantaranya
ilmu nahwu, shorof, balaghoh, dan mantiq.
Ilmu nahwu dibebut dengan abul ilmu, karena dengan nahwu akan diketahui
perubahan I’rob dan tarkib sebuah kalimah. Sedangkan shorof disebut dengan
ummul ilmi, karena dengannya akan diketahui struktur bentuk-bentuk kalimah.
Sedangkan dengan ilmu balaghoh merupakan disiplin ilmu untuk mengetahui ruhnya
nahwu sebagaimana dijelaskan dalam bait :
لِأَنَّهُ كَالرُّوْحِ لِلْأِعْرَابِ # وَهْوَ لِعِلْمِ
النَّحْوِ كَاللُّبَابِ
“Karena sesungguhnya (ilmu Balaghoh) itu
ibarat seperti ruh perubahan (ilmu nahwu), dan seperti inti sari dari ilmu
nahwu”
Salah satu hal yang terpenting dalam bab ilmu balaghoh adalah bab
tasybih. Karena tidak sedikit dalam al-qur’an dan al-hadis maupun qoul arab
yang menggunakan tasybih. Oleh katena itu dalam makalah ini, kami akan mengupas
bab balaghoh dengan bab tasybih.
Adapun yang menjadi sumber utama dari pembahasan ini adalah bait
“Jauharul Maknun” yang dikarang oleh Syaikh Abdurrohman Al-Ahkdhori. Khusus
pada bab tasybih sebanyak 7 bait. Yang diperkaya tambahan dari berbagai kitab
lainnya, seperti kitab
 حلية
اللب المصون بشرح الجوهر المكنون
  oleh Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, kitab “Husnus
Shiyaghoh”
B.  Rumusan Masalah
Secara garis besar, pembahasan ini
ingin mengetahui
bagaimanakah tasbih menurut ulama’ balaghoh. Sebagaimana dipahami bahwa Ilmu Balaghoh adalah intisari dari ilmu
nahwu dan shorof, karena ilmu ini untuk menggali rahasia dan kandungan sebuah
makna.
Apabila dirumuskan dalam pertanyaan
adalah bagaimanakah tasbih itu ditinjau dari aspek ilmu balaghoh ? Masalah
tersebut kemudian akan memunculkan sub-sub masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah tasbih menurut ulama’ balaghoh ?
2.   
Apa saja rukun tasbih itu ?
3.   
Apa saja yang berkaitan dengan Musyabah dan
musyabah bih?
4.   
Bagaimanakah Macam-macam wajah syabah dan
pembagian wajah syabah?
                                                                                                                         
C.  Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan topik pembahsan
ini, maka secara umum,
pembahasan ini
bertujuan untuk mendeskripsikan
tasbih menurut ulama’ balaghoh. Tujuan umum tersebut dapat dirinci menjadi beberapa tujuan khusus
sebagai berikut :
1.    Menjelasakan bagaimana pengertian tasbih dalam ilmu balaghoh.
2.    Menejlaskan Apa saja rukun tasbih
3.    mendeskrisikan yang berkaitan dengan Musyabah dan musyabah bih
4.   
mengetahui Macam-macam wajah syabah dan pembagian wajah
syabah?
BAB II
KONSEPSI
TASBIH DALAM ILMU BALAGHOH
A.  Pengertian Tasbih
            Tasbih (تَشْبِيْه) secara lughot adalah berasal dari tasrifan شَبَّه-
يُشَبِّهَ – تَشْبِيْه
  yang
berarti menyerupakan, menyamakan dan membandingkan.
[1] Menurut kitab حلية
اللب المصون بشرح الجوهر المكنون
  disebut dengan  التمثيل    yang  artinya mencontohkan, dan menurut  Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa
Al-Fadany
diterangkan
  
جَعْلُ
الشَّيْءِ شَبِّيْهًا بِأَخَر
yaitu
menjadikan sesuatu menyerupai dengan yang lain.[2]
Sedangkan menurut istilah ialah sebagaimana disebutkan dalam bait :
تَشْبِيْهُنَا دِلَالَةٌ عَلَى اشْتِرَاك
# اَمْرَيْنِ فِيْ مَعْنًى بِأَلَةٍ اَتَاكْ[3]
“Arti tasbih
menurut ahli bayan, ialah lafadz yang menunjukkan pada berserikatnya dua
perkara (yaitu musabbah dan musabbah bih) dalam suatu makna (wajah syabbah)
dengan alat yang datang kepadamu”
Menurut  Syaikh Ahmad Damanhuri
Asy-Syammy :
الدلالة على مشاركة
أمر لأمر في معنى بألة مخصوصة كالكاف مالفوظة أو مقدرة[4]
“Tasybih
adalah dalalah / petunjuk atas perserikatan perkara untuk perkara yang lain
dalam ma’na dengan alat yang khusus seperti kaf yang dilafadhkan atau di
kira-kirakan”
Sedangkan menurut syaikh ulumuddin Muhammad yasin ibn
isa al-fadany :
إِلْحَاقُ أَمْرٍبِأَمْرٍ
فِي وَصْفٍ بِأَدَةٍ لِغَرْضٍ[5]
“Menghubungkan
suatu perkara dengan perkara lain didalam sifat karena ada tujuan”
Dari beberapa pengertian diatas, dapat
diartikan bahwa tas
ybih adalah lafadz yang
menunjukkan pada suatu bentuk perserikatan
persamaan
suatu perkara
bagi suatu perkara yang lain dalam suatu
makna / pengertian dengan menggunakan alat khusus / ditentukan,
baik yang dilafalkan seperti kaf atau yang dikira-kirakan.
Contoh
:
زَيْدٌ
كَاْلأَسَدِ
  = Zaid Seperti Harimau – dan  adakalanyaزَيْدٌأَسَدٌ   – dengan membuang alat tasybihnya. Lafadz زَيْدٌ adalah perkara yang bermakna nama manusia diserupakan dengan
perkara yang lain berupa
  أَسَد berarti harimau
nama hewan yang mempunyai keberanian. In
i artinya
bahwa zaid itu sama dengan harimau
, sama didalam
keberaniannya.
A.  Rukun Tasbih
1.      Pengertian rukun
Dalam kitab حُسْنُ
الصِّيَاغَةْ dijelaskan  اْلمُرَادُ بِالرُّكْنِ مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ الشَّيْء[1]     (arti rukun adalah perkara yang perkara lain
terhenti  atasnya). Jadi rukun itu
merupakan hakikinya bagian dari sesuatu tersebut. Jika dicontohkan sebuah
rumah, maka rukun rumah adalah pondasi, tembok/tiyang dan atap, karena ketiga
perkara ini merupakan sesuatu yang terhenti, hakikinya rumah.
2.      Rukun Tasbih.
Rukun tasbih ada empat seperti yang disebutkan dalam
bait :
اَرْكَانُهُ اَرْبَعَةٌ وَجْهٌ اَدَاة #
وَطَرَفَاهُ فَاتَّبِعْ سُبْلَ النَّجَاة[2]
“Rukun tasbih itu ada empat. Yaitu وَجْه (wajah syabah),  اَدَاة(adat),
طَرَفَاهُ (dua pokoknya yaitu musabbah dan musabbah
bih), maka ikutilah jalan keselamatan”
Rukun tasbih ada empat :
a.       Musyabbah (مُشَبَّه)
yaitu sesuatu yang diserupai
b.      Musyabbah Bih (مُشَبَّه به)
yaitu sesuatu yang diserupakan
c.       Wajah Syabah  ( وَجْهٌ شِبْهِ)
yaitu suatu makna atau sifat yang mengumpulkan antara musyabah dan musyabah bih
d.      Adat (اَدَاة) 
yaitu alat yang digunakan untuk tasybih, seperti huruf kaf
Contoh :
زَيْدٌ كَاْلأَسَدِ فِي الشَّجَاعَةِ
زَيْدٌ   = musyabbah (zaid = nama
orang)
 ك   = adat / alat (seperti)
اْلأَسَد = musyabbah bih (harimau = hewan)
فِي الشَّجَاعَةِ = wajah syabah (dalam keberaniannya)
A.  Tentang Musayabbah dan Musyabbah Bih
Diterangakan dalam bait :
فَصْلٌ
وَحِسِّيَانِ مِنْهُ الطَّرَفَانْ # اَيْضًا وَاَقْلِيَّانِ اَوْ مُخْتَلِفَانْ[1]
“Pasal
ini, menerangkan tentang kedua ujung tasybih (musyabah dan musyabah bih) itu
adakalanya bersifat hissi (dapat dirasa) kedua-duanya atau bersifat aqli
kedua-duanya dan atau kedua-duanya berbeda”
Yang dimaksud dengan hissi, ialah sesuatu
yang dapat dirasa atau diraba-raba dengan panca indera, seperti
الرجال  (orang laki-laki),   السَّمَكُ(ikan).
Yang dimaksud dengan aqli ialah suatu yang
tidak dapat dirabaatau dirasa oleh panca indera, seperti 
الْعِلْمُ (ilmu), الحَيَاةُ  (hidup).
Dan sebagainya.
Termasuk dari kategori aqli adalah khayal dan berangan-angan.
Jadi, musyabah dan musyabah bih itu boleh
berupa hissi keduanya, aqli keduanya atau berbeda (hissi dengan aqli atau aqli
dengan hissi).
1.    Keduanya Bersifat Hissi
Contoh : خَذُّكَ
كَالْلوَرْدَةِ
  pipimu seperti bunga mawar
2.    Keduanya bersifat aqli
Contoh : العِلْمُ
كَالْحَيَاةِ
  ilmu seperti kehidupan
3.    Keduanya berbeda
B.  Tentang Wajah Syabah
Diterangkan dalam bait :
وَالْوَجَهُ
مَا يَشْتَرِكَانِ فِيْهِ # وَدَاخِلاً وَخَارِجًا تُلْفِيْهِ[2]
“Wajah
syabah adalah suatu pemahaman yang musytarak di dalamnya, kedua-duanya itu
masuk dan keluar dalam hakikat musaybah dan musyabah bih”
وَجْهُ التَّشْبِيْهِ هُوَ الْمَعْنَى الَّذِي
قُصِدَ  اشْتِرَاكُ الطَّرَفَيْنِ فِيْهِ[3]
Wajah syabah adalah makna yang dimaksud
persekutuan dalam dua ujung (musyabah dan musyabah bih)”
Inti dari wajah syabah adalah sifat atau
makna yang disengaja untuk mesekutukan musyabah dan musyabah bih pada sifat
tersebut.
Adapun pembagian wajah syabah ditinjau dari
hakikat musyabah dan musyabah bih dibagi menjadi dua, yaitu :
1.    Wajah syabah dakhili
Yaitu wajah syabah yang masuk pada hakikat musyabah dan musyabah bih.
Maksud dari hakikat adalah sama jenis. Seperti :
الثَّوْبُ كَهَذَا   هَذَا       baju ini seperti ini (maksudnya
menyerupakan baju dengan baju lainnya, sebab sama-sama dari katun dan
sebagainya). Dinamakan demikian karena masuk pada hakikat. Katun itu masuk pada
hakikat musyabah dan musyabah bih, bukan sifat yang menetap keduanya.
2.    Wajah syabah khoriji
Adapun wajah syabah khoriji, terkandung dalam bait :
وَخَارِجٌ
وَصْفٌ حَقِيْقِيٌ جَلَا # بِحِسٍّ اَوْ عَقْلٍ وَنِسْبِيٍّ تَلَا[4]
“Wajah syabah khariji itu terbagi pada dua macam, ialah sifat
hakiki yakni yang jelas dengan panca indera dan aqli (yang sebaliknya) dan
kedua sifat idhafi atau nisbi yang mengikuti kharaji”
Wajah syabah khoriji adalah wajah syabah
yang keluar dari hakikat musyabah dan musyabah bih, tetapi merupakan sifat yang
melekat pada keduanya.
Contoh :
 زَيْدٌ
كَاْلأَسَدِ
zaid itu seperti harimau keberaniannya.
Keberanian itu bukan termasuk hakikat zaid atau harimau, melainkan diluar itu,
sebab keberanian itu adalah sifat, bukan zat (jenis) dan merupakan sifat yang
melekat pada keduanya.
Dari bait diatas juga dapat diketahui bahwa
wajah syabah khoriji itu dibagi menjadi dua, yaitu :
1.    Sifat khoriji hakiki itu ada dua macam, yaitu:
a.    Khoriji hakiki  hissi yaitu setiap
sifat yang dapat dirasa atau diraba dengan panca indera, seperti rupa, ukuran,
gerak, suara, penciuman, halus atau kasar, dingin atau panas, riangn atau berat
dan sebaginya.
b.    Khoriji hakiki aqli yaitu setiap sifat yang dapat dibuktikan dengan
akal, seperti kecerdasan, ilmu, marah, sabar, murah hati, kikir, berani,
penakut dan semua ghozirah, bakat dan tabiat.
2.    Khoriji nisbi atau idhafi yaitu pengertian yang berkelindan antara dua
perkara (musyabah dan musyabah bih), seperti meniadakan penghalang (hijab)
dalam penyerupaan hujjah dengan matahari dalam persamaan terangnya.
C.  Pembagian Wajah Syabah
Adapun Pembagian Wajah Syabah adalah
sebagai berikut :
                                    وَوَاحِدًا
يَكُوْنُ اَوْمُؤَلَّفَا # اَوْمُتَعَدِّدًا وَكُلٌّ عُرِفَا[5]
بِحِسٍّ
اَوْ عَقْلٍ وَتَشْبِيْهٌ نُمِىْ # فِيْ الضِّدِ لِلتَّمْلِيْحِ وَالتَّهَكُّمِ[6]
“Wajah
syabah
(ditinjau dari sisi lain) itu dibagi
menjadi tiga ; yaitu, wajah syabah mufrod, wajah syabah murokab dan wajah
syabah muta’adid. Dan masing-masing tiga wajah tersebut dibagi menjadi dua
yaitu hissi dan aqli. Sedang tasybih yang wajah syabahnya menggunakan kebalikannya
itu bertujuan untuk mempermanis kalam atau untuk menertawakan”
Berpijak dalam pemahaman bait diatas, dapat
disimpulkan bahwa wajah syabah itu terbagi menjadi tiga macam. Yaitu :
1.    Wajah syabah mufrod
2.    Wajah syabah murokab
3.    Wajah syabah muta’addid
Dari tiga macam tersebut, terbagi menjadi
dua macam, yaitu yang bersifat hissi dan yang bersifat aqli. Jadi jumlah
semunya adalah enam macam ditambah lagi satu macam wajah syabah yang banyak
yaitu sebagai hissi dan aqli. Jumlah semuanya ada tujuh macam.
1.    Wajah syabah Mufrod
Yaitu wajah syabah yang oleh urf dianggap mufrod (tidak tersusun)
a.    Hissi, contoh  هَذَه الصُّوْرَةُ مِثْلُ هَذِهِ فِي الصَّفْرَةِ    gambar ini seperti gambar yang ini di dalam kuningnya.   
b.    Aqli, contoh العِلــــــــــْمُ
كَالنُّوْرِ فِي الْهِدَايَةِ
    (ilmu seperti cahaya dalam sebagai petunjuk)
2.    Wajah syabah murakab.
Yaitu wajah syabah yang tersusun dari beberapa perkara
a.    Wajah syabah murakab  Hissi
Contoh :
وَقَدْ لَاحَ بِلْفَجْرِ الثُّرَيَّا كَمَا تَرَى # كَعُنْقُوْدِ
مُلَاحِيَةِ حِيْنَ نَوَّرَا
“Bintang
kejora yang tampak diwaktu fajar, kamu saksikan seperti laksana dompolan anggur
putih dalam bentuknya, yang panjang bijinya tatkala mengembang”
b.    Wajah syabah murakab  Aqli
Contoh :
مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُ التَّوْرَةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا
كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًا
“Perumpamaan
orang yang menanggung kitab taurot kemudian dia tidak mengamalkannya seperti
keledai yang membawa buku” (QS: Al-Jumuah 5)
Wajah syabah yang demikian tidaklah tampak oleh mata, akan tetapi akan
tampak oleh angan-angan dari akal
3.    Wajah syabah Muta’adid (berbilang)
a.    Wajah syabah muta’adid  Hissi
Wajah syabah muta’adid yang bisa ditemukan oleh panca indera.
هَذَا الطَّعَامُ
كَهَذَا فِي الــــــــــــــــون والطعم والراءحة
  makanan ini seperti yang ini didalam
warna, rasa dan bau.
b.    Wajah syabah muta’adid  Aqli
Wajah syabah muta’adid yang tidak bisa ditemukan oleh panca indera, tapi
bisa ditemukan oleh akal.
هـــذا الرجل مثل
هذا في العلم والحلم والحياء
  lelaki ini seperti lelaki yang ini didalam ilmu, kebijaksanaan
dan sifat pemalunya.
c.    Wajah syabah muta’adid Mukhtalifi (hissi dan aqli).
Berbeda menurut penglihatannya dan kemuliyaannya, seperti :
هذا الرجل كالشـــــمس في حسن الطلعة وكمال الشرف
“Lelaki ini
seperti matahari didalam ketampanan wajahnya dan kesempurnan kemuliyaannya”
Menyerupakan laki-laki dengan matahari ditinjau dari sisi kemanfaatannya
kepada yang lainnya. Maksudnya ialah bahwa manfaat matahari tampak (hissi),
sedang manfaat laki-laki yang berilmu tampak jelas dalam akal sehat.
Wajah syabah itu adakalanya bertolak belakang antara
musyabah dan musyabah bihnya disebut dengan wajah syabah tadhodl. Tujuan dari
menggunakan wajah syabah berlawanan (tadhodh) adalah untuk :
1.    التَّهَكُّمْ    (Memperolok-olok / menghina / menertawakan Musyabah)
2.    التَّمْلِيْح  (Memperindah / mempermanis Perkataan)
Seperti menyerupakan laki-laki yang kikir
dengan hatim (seorang pemurah)
هذا الـــــرجل كحاتيم     laki- laki yang kikir ini
seperti hatim
BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Sebagai intisari pembahsan ini adalah kesimpulan. Adapun kesimpulannya
adalah sebagai berikut :
1.      Tasybih adalah menunjukakan terhadap bersekutu (kesamaan) suatu perkara
(musyabah) dengan perkara lain (musyabah bih), didalam suatu makna (wajah
syabah) dengan menggunakan alat yang tertentu baik diucapkan atau
dikira-kirakan.
2.      Rukun tasybih ada emapat yaitu musyabah, musyabah bih, alat dan wajah
syabah.
3.      Adapun keadaan musyabah dan musyabah bih itu ada tiga, yaitu ; keduanya
bersifat hissi (dapat diindera), keduanya bersifat aqli (tidak dapat diindera)
dan keduanya berbeda (hissi dan aqli)
4.      Wajah syabah ditunjau dari hakikat musyabah dan musyabah bih itu ada
dua, yaitu ; wajah syabah dhakhili dan wajah syabah khoriji
5.      Wajah syabah ditinjau dari sisi tersusun dan tidaknya dibagi menjadi
tiga, yaitu ; mufrod, murokab dan muta’adid. Yang masing-masing dibagi menjadi
dua hissi dan aqli.
6.      Adakalanya wajah syabah itu berupa sesuatu yang berlawanan. Hal ini
bertujuan “tahakkum” (menghina) dan “tamlih” (memperindah kalam)
B.  Saran
Alhamdulillah, syukur kami panjatkan kehadira Alloh yang maha luhur.
Juka kami sampaikan terimaksih kepada semua pihak yang ikut mendukung, membantu
atas selesainya tugas makalah ini. Dan kami yakin masih banyak yang kurang.
Oleh karena itu kritik dan saran yang mebangun sangat kamu harapkan. Dam
akhirnya kamu mohon maaf atas segal kesalahan. Dan semoga memberiakn
kemanfaatqn dan kebarokahan. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

·      IMAM Akhdhori, Jauharul Maknun,
(terjemahan oleh abdul qodir hamid, al-hidayah, Surabaya).
·      M. Sholihuddin Shofwan, Pengantar Memahami
Jauharul Maknun, Juz Tsani, (Darul Hikmah, 2008)
·      Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul
Maknun
·      Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, حلية اللب المصون بشرح الجوهر المكنون
·      Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa
Al-Fadany, 
حُسْنُ الصِّيَاغَةْ
·      Taufiqul Hakim,  Kamus At-Taufiq Arab – Jawa – Indonesia  (2004, Bangsri)



[1] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 154
[2] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 156
[3] Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, حلية
اللب المصون بشرح الجوهر المكنون
  hal 107
[4] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 157
[5] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 158
[6] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 159


[1] Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ
الصِّيَاغَةْ
Hal 101
[2] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 154


[1] Taufiqul hakim, Kamus At-Taufiq Arab Jawa Indonesia  (2004, Bangsri) Hal 300
[2] Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ
الصِّيَاغَةْ
Hal 100
[3] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun,
Bait nomor 153
[4] Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, حلية اللب المصون بشرح
الجوهر المكنون
,
 hal 105
[5] Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ
الصِّيَاغَةْ
Hal 100

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top