Uncategorized

Attitude yang utama..


 


Saya bersama Aling sedang jalan di Mall menuju Grand Hyatt untuk ketemu relasi.   “ Pak Ale ya? ” tegur wanita paruh baya mendekati saya.


“ Ya siapa ya.” Jawab saya tersenyum.


“ Tahun 1980an bapak ngajar kursus akuntasi ya. “

 

“ Ya. Betul. Anda siapa ?


“ Saya murid bapak. “ Katanya.


“ Oh ya. ‘ saya menyalaminya. Dia sambut dengan senyum cerah.


“ Tadinya saya kerja di perusahaan distributor. Berkat belajar akuntasi dari bapak saya banting setir jadi pengusaha. Awalnya jadi suplier pabrik elektronik perusahaan Jepang. Suplier packaging. Terus berkembang dirikan pabrik Pompa Air. Tahun 2000 saya pindahkan pabrik ke Ho Chin Minh. Terus kerjasama dengan China dirikan pabrik Packaging plastik. Sekarang sudah berkembang ke bioplastik. “


“ Sukses ibu.” Kata saya senang.


“ Ketika awal mendirikan perusahaan, yang pertama kali saya rekrut adalah staf akuntasi. Karena saya tahu fungsi akuntasi, disiplin saya jaga dengan baik. Karena tanpa disiplin, akutansi engga ada gunanya. Itu hanya jadi catatan tanpa makna. Perkembangan perusahaan tentu terjadi. Tetapi sistem akuntansi tidak berubah. Itu saya jaga terus dengan disiplin. Seperti saya memisahkan fungsi pencatatan dan fungsi arus kas. Standar kepatuhan dokumen untuk pemasukan maupun pengeluaran saya jaga dengan disiplin.


Karena perusahaan sudah berkembang dan tidak lagi sederhana, saya apply  standar akuntasi Database online. Kalau saya tidak punya visi akuntasi tidak mungkin saya berani berinvestasi untuk sistem IT, database akuntasi terpusat. Dengan sistem itu, walau saya pensiun, saya tetap bisa monitor bisnis day by day darimanapun, tanpa saya harus capek ketemu dengan direksi atau ngobrol dengan mereka minta penjelasan. Kalau ada masalah bisa cepat saya selesaikan. “ Katanya.


Saya mengangguk dan tersenyum senang.


“ Setiap saya ada masalah bisnis, saya selalu ingat bapak. Ternyata setiap masalah bisnis, itu hanya masalah komunikasi dalam bahasa bisnis. Saya bisa bermitra dengan siapapun karena bahasanya sama. Saya bisa mengelola sumber daya perusahaan karena menggunakan bahasa bisnis. Ya akuntasi, bahasa bisnis dengan prinsip konsistensi, precisi, dan transfaransi. Jadi setiap saat kita bisa focus kepada proses itu, tentu laba akan datang dengan sendirinya. “ Katanya lagi.


“ Benar, bu. “Kata saya mengangguk angguk. “ Akuntasi bukan hanya sekedar pecatatan dan kepatuhan, tetapi soal etik menegakan trust. Kata kuncinya keras lah kepada diri sendiri. Jangan pernah anggap uang perusaan sebagai masalah personal. Jangan anggap laba itu hak deviden, tetapi jadikan liabilities personal agar laba itu bisa meningkatkan struktur permodal untuk perusahaan sehat dan sustain. “ Kata saya. Dia acungkan jempol. Kemudian saya undur diri dan katanya dia akan selalu mendoakan saya. Amin.


***


“ Kenapa kamu tidak pernah cerita soal jadi guru vokasi akuntasi. Padahal  saya berteman dengan kamu sejak tahun 84. “ Kata Aling setelah sampai di fountain Grand Hyatt.


“ Saat itu tahun 82. Karena gagal masuk universitas. Saya belajar otodidak pembukuaan. Kemudian saya ikut ujian negara. Lulus. Dapat sertifikat Bond A/B dan APM. Saya juga belajar otodidak Akuntasi. Tentu tidak sulit. Karena saya sudah kuasai pembukuan atau penata buku. Lucunya, saya belajar akuntasi sambil ngajar kursus akuntansi. Dan lulus ujian negara accounting advance sama sama dengan murid kursus saya. “ 


“ Gimana sampai ada motivasi belajar akuntansi? Tanya Aling.


“ Saya punya mentor ex pendeta. Dia motivasi saya. Katanya, kalau kamu mau jadi pengusaha, yang pertama kali kamu harus kuasai  adalah bahasa bisnis. Bahasa bisnis itu hanya satu yaitu akuntasi.  Kemana saja kamu pergi Bahasa nya sama. “ Kata saya. Aling mengangguk. 


” Ale, kenapa Yuan itu utangnya besar banget “ Kata Aling seraya perlihatkan neraca keuangan ke saya tahun 2024. “ Itu angka off balance sheet. “ Kata saya. “ Coba liat utang konsolidasi on balance sheet. “ Sambung saya tersenyum.


Aling perhatikan laporan keuangan Yuan dengan seksama. Saya diamkan saja. “ Oh kecil banget ya. Hanya 15% dari total asset. “ ALing bengong. “ Gimana bisa begitu ?


“ Karena Yuan berhutang tidak melibatkan neraca holding. Tetapi menggunakan Special Purpose Vehicle atau SPV. Utangnya bersifat non recouse. Collateral pinjaman adalah proyek itu sendiri yang diwakili oleh SPV. Artinya Yuan hanya meminjam untuk investasi. Sementara modal kerja pakai equity dari Yuan sendiri. “Kata saya.


“ Artinya Yuan hanya pinjam uang untuk menambah asset dan income dimasa depan. Sementara untuk biaya operasional seperti bayar gaji dan lain lain dari uang Yuan sendiri. Kalau proyek gagal,  yang disita SPV. Sementara Yuan aman saja.“ Kata Aling menympulkan. “ Makanya tidak sulit dapatkan pinjaman dan bunga murah. Tentu cepat bisa exit lewat bursa atau penerbitan obligasi berjangka panjang. “Lanjut Aling.


“ Itu namanya berhutang untuk produksi. “Kata saya tersenyum. “ atau istilahnya leverage terhadap uang cash yang ada di holdng.” Sambung saya.


“ Engga ngerti gua “ kata Aling.


“ Contoh Yuan punya laba ditahan USD 100 juta. Itu bisa membiayai USD 1 miliar proyek lewat perbankan dan pasar uang. Terjadi leverage sebesar 10 kali. Nah peningkatan asset dari hutang ini akan mempercepat pertumbuhan usaha. Tumbuh 5% saja pertahun, itu artinya 50% /tahun dari laba ditahan “ Kata saya.


“Wow..” Aling melotot “ Gimana bisa begitu ? Tolong jelaskan. Pendekatan philosofi nya ” Pinta ALing.


“ Pemahaman jadul ekonomi. Utang itu terkait dengan jaminan phisik yang dianggap setara dengan utang. Biasanya jaminan diatas 100% dari utang. Berkembangnya ilmu pengetahuan, pendekatan ilmu ekonomi tidak lagi berdasarkan utang dan jaminan seperti itu.  Tetapi sudah memasukan unsur value di masa depan. Untuk tahu value di masa depan, digunakan matematika quantitative.


Nah karena ekonomi dihitung berdasarkan matematika maka philosopi terhadap pemasukan dan pengeluaran tentu berubah. Hutang tidak lagi dianggap sebagai pemasukan atau penerimaan. Pembayaran hutang tidak lagi dianggap sebagai pengeluaran. “ kata saya.


“ Mengapa ? 


“ Hutang yang diterima berhubungan dengan value,  yang nilainya tidak mungkin sama. Contoh kamu berhutang untuk bangun pabrik. Utang sebesar Rp. 100 juta. Tetapi setelah proyek jadi, disitu ada SDM, bahan baku dan tekhnologi, pasar. Nilainya tentu berbeda dengan besaran utang. Nilainya bisa dua kali atau lebih. ini yang disebut dengan value.  Era sekarang berbisnis atau negara, sama saja. Yang dikejar adalah value. “ kata saya.


“ Artinya berapapun hutang bertambah akan semakin meningkatkan nilai dan kapasitas. “ Aling menyimpulkan.


“ Coba perhatikan persamaan terhadap rasio utang dimana hutang berbanding terbalik terhadap harta. Kan semakin besar utang, rasio utang semakin rendah. Karena asset bertambah lebih besar. Itu disebut dengan project derivative value.” Kata saya.


“ Tetapi kan banyak kasus default utang. Baik negara maupun korporate. Padahal mereka selalu beralasan. Tidak perlu kawatir. Utang pada rasio aman. Kenapa jadi paradox begitu ? tanya Aling.


“ Kan sudah diberi tahu tadi, yaitu berhutang untuk create value di masa depan.  Itu tidak berada di ruang hampa. Ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu  attitude. Attitude itu dilihat  dari track record di masa lalu dalam mengelola commitment berhutang. Disiplin menjalankan sistem akuntasi yang akuntable, menghindari fraud  akuntansi, focus kepada business plan. Tidak pragmatis. Tetapi visioner.  “ Kata saya.


“ Konkrit nya gimana ? tanya aling.


“ Ya kekuatannya ada pada SDM yang high grade. Pengelolaan resiko bisnis yang prudent dan didukung stake holder berbasis business model dan ekosistem.“Kata saya.


“ Oh ngerti gua. Kenapa Yuan berinvestasi di SDM, riset dan ekosistem bisnis. Terjawab sudah. “ Kata ALing. Dia memandang saya lama. Seperti baru mengenal saya. 


“Coba negara kita menerapkan strategi seperti itu. Selesai masalah Indonesia.  “ Kata ALing. “ Tapi ini uang APBN dipakai untuk konsumsi dan bayar belanja rutin. Malah defisit. Engga tersisa untuk leverage. Utang bukannya untuk ekspansi malah dipakai untuk bayar utang. Sedih banget ya. Walau debt to GDP rendah, tetapi value engga nambah. Sejak era Soeharto sampai kini tidak terjadi transformasi ekonomi dari SDA ke Industri. Makanya sedikit aja terjadi penurunan harga komoditas SDA, fundamental ekonomi berderak“  Sambung Alng. Saya senyum aja.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top