Pengusaha Indonesia

Aplikasi Donor Darah Red Blood Social Entrepreneurship

Profil Pengusaha Leonika Sari Njoto

pendiri red blood

Aplikasi donor darah Red Blood erupakan bentuk social entrepreneurship. Sang pengusaha menjelaskan donor darah tidak rumit. Dimanapun kamu bisa mendapatkan kesempatan. Aplikasi yang memberikan notifikasi kebutuhan akan darah. 

 
Taukah kalian masyarakat Indonesia termasuk pecinta membantu sesama. Membantu tidak harus meluli mengenai uang. Leonika Sari Njoto Boedioetomo menjelaskan asal mulanya membuat aplikasi. Dia mengenang dulu banyak mendaptkan broadcast massage, baik dari keluarga maupun teman.
 

Membuat Aplikasi Startup

 
Kekuranngan donor darah di Indonesia memang memprihatinkan. Pendonor darah kecil dibandingkan kebutuhan darah harian. Belum lagi spesifikasi darah yang dibutuhkan pasien. PMI sendiri selaku pemegang regulasi telah mencoba semaksimal mungkin.

Kini tinggal giliran kalian mau tidak mendonorkan darah nanti. “Saya sering banget mendapatkan broadcast massage tentang orang butuh donor dari di rumah sakit tertentu,” jelasnya.
Leonika juga sering mendapatkan info sejenis di sosial media. Layaknya masyarakat biasa, dirinya belum teredukasi tentang pentingnya mendonor darah. Leonika juga belum paham bahwa satu tetes darah begitu berharga. Kemudian dia mencari tau mengenai kebutuhan darah di Indonesia sendiri.

Kebutuhan darah Indonesia rata- rata 5 juta liter. Sedangkan ketersediaan baru mencapai 1- 2 juta. Ia merenungi ini. Tren membangun aplikasi startup tengah marak. Leonika paham sehingga lahirlah aplikasi pertama.

Dia termasuk golongan ulet dan tekun. Leonika semenjak kecil sudah menyukai Biologi. Nilanya paling moncer dibanding mata pelajaran lain. Bermula dari keinginan menjadi Dokter namun takdir tidak memilihnya. Ada beberapa petimbangan hingga memutuskan tidak memilih kedokteran.

Pilihan kedua kesukaanya adalah juruan ilmu teknologi. Tepatnya, memilih jurusan Sistem Informasi, di Institut Sepuluh Nopember (ITS). Walapun tertarik bukan berarti Leonika memahami. Ada satu mata mata kuliah tidak mengena.

Mata kuliah Pemrograman kurang dipahami, alhasil dia mendapat nilai C karena kurang dasar. Dia sudah lama tertarik bidang teknologi. Tetapi belum memiliki waktu memoles pengetahuan dasar. Ini mungkin karena Leonika masih berharap masuk kedokteran.

Dia memang sangat penasan akan bahasa pemrograman. Bekerja keras membuatnya menaikan nilai mata kuliah lanjutan. Di kuliah pemrograman lebih sulit menghasilkan nilai A. Dia masih memiliki jiwa dokter. Ingin rasanya membantu jiwa manusia lewat teknologi terbaru.

Bukan Red Blood, aplikasi pertamanya bernama Bloobis, menjadi rantai pemasok darah PMI di Kota Surabaya. Beberapa tahun kemudian disempurnakan aplikasi bagi pendonor. Setelah beberapa lama, ia telah mendapatkan mentoring dari dosen dan para ahlinya di startup.

Bersama tiga rekan Faisal Setia Putra, Ari Agustina, dan M. Zuhri, menyempurnakan. Aplikasi ini dilengkapi data 225 juta yang tidak mau donor. Mereka ternyata takut jarum. Juga pemahaman soal donor darah begitu minim. Orang banyak tidak tau tempat, waktu, dan mendaftar yang benar.

Pengusaha Sosial

 
Tahun 2013, aplikasi Red Blood lahir, dan memberikan kesempatan masyarakat Surabaya. Di dalam terdapat informasi mengenai tempat donor. Adapula fitur event mengenai donor darah dari tempat dan waktunya.

Kamu bisa membagikan informasi tersebut ke sosmed. Fitur tombol “event” kemudian dapat kamu “share” ke Facebook. Ada ratusan event yang digagas berbagai pihak selain pemerintah. Pendonor pun naik jumlahnya, termasuk mereka yang lolos mendonor sampai 50% dari yang hadir.

Hadirnya Red Blood berkat pengalaman aplikasi dahulu. Ia menyadari masalah bukan di rantai darah disalurkan. Melainkan jumlah pendono yang sangat rendah. Dia mengajak teman- temannya untuk menyelesaikan masalah. Dia sempat ditinggal tim lamanya tetapi kembali bangkit mengejar tujuan.

Pengunduh di app store mencapai 5000 orang. Red Blood merupakan proyek pilot buat masyarakat Surabaya. Bukan tanpa halangan Red Blood sempat “ditentang”. Penolakan datang dari rumah sakit yang diajak kerja sama. Mengapa demikian karena pihak mereka hanyalah sekumpulan mahasiswa.

Beruntung Wali Kota Surabaya, Tri Risma berinisiatif, dan aplikasi Red Blood makin matang di 2015 silam. Berawal dari memanfaatkaan event kampus atau perusahaan. Mereka mencari- cari celah agar Red Blood berjalan.

Hingga sekarang, mereka bisa menginisiasi event donor darah, sekarang aplikasi ini telah memiliki wadah perusahaan. Pihak kampusnya ITS Surabaya, dulu membantu dengan kerja sama paatneship kesepahaman. Bicara mengenai mendapatkan uang Leonika menjelaskan informasi lebih lanjut.

Menjadi pengusaha sosial memang memiliki pertanyaan menggelitik. Pasalnya kamu akan habiskan waktu membantu orang. Bagaimana dengan kehidupan pribadi dan pegawai kamu. Bersyukur dirinya memilik keahlian programing.

Mahasiswi lulusan IT ini memiliki aneka usaha disamping mengerjakan  Red Blood. Belum kepikiran menguangkan Red Blood. Ia sendiri lebih memilih meluaskan jangkauan. Menciptakan stabilitas bagi aplikasinya. Tidak kalah penting dia ingin membangun tim dengan banyak latar belakang.

Banyak proyek membuat website juga dikerjakan Leonika. Ya, aplikasi Red Blood memberikan satu portfolio bisnis. Ia tidak menampik akan kebutuhan dana memang dibutuhkan. Tetapi bukanlah jadi tujuan utama dirinya dan kawan- kawan.

“Kalau sekarang memang belum ada profitnya, karena plan besarnya tidak membahas profit,” jelas Leonika.

Comments

Paling Populer

To Top