Berita

“Betungkah” Desa Pangkal Niur : Kearifan Lokal Pulau Bangka

#Aopok#PulauBangka, yang dikenal dengan keindahan pantainya, menyimpan banyak #KearifanLokal yang menarik untuk ditelusuri. Salah satunya adalah #tungkah, sebuah #AlatTradisional sekaligus penopang kehidupan bagi masyarakat #pesisir dan #nelayan. Bukan sekadar alat biasa, tungkah adalah simbol adaptasi, ketangguhan, dan keberlanjutan hidup di tengah tantangan alam. Lebih dari itu, kegiatan mencari kerang menggunakan alat ini bahkan telah menjadi sebuah tradisi yang diabadikan dalam “#LombaBetungkah“.

Baca juga : Bea Cukai Bentuk Satgas Nasional untuk Perangi Barang Ilegal

Kearifan Lokal Lomba Betungkah

Mengenal Lebih Dekat Tungkah: Perahu Kecil Penakluk Lumpur

Tungkah adalah sejenis perahu kecil atau sampan tradisional yang dirancang khusus untuk medan berlumpur. Terbuat dari jenis kayu pilihan yang ringan namun kuat, tungkah memungkinkan nelayan bergerak bebas di atas lumpur yang dalam, tempat kerang-kerangan dan biota laut lainnya bersembunyi. Desainnya yang ringkas dan bobotnya yang ringan menjadikannya alat yang sangat efisien, mengubah pekerjaan yang sulit menjadi lebih mudah.

Cara “Betungkah“: Keseimbangan dan Keahlian

Kegiatan mencari kerang menggunakan tungkah disebut Betungkah. Membutuhkan keseimbangan dan keahlian khusus, cara menggunakan tungkah cukup unik:

  1. Posisi Awal: Pengguna akan memasukkan satu kaki dan kemudian menekuk lutut untuk duduk dalam posisi ternyaman di atas tungkah.
  2. Gerakan: Satu kaki yang lain berfungsi sebagai “pendayung” atau pendorong untuk menggerakkan tungkah maju di atas lumpur.
  3. Pengendalian dan Pengumpulan: Tangan kiri umumnya digunakan untuk menyeimbangkan dengan memegang sisi dinding tungkah, sementara tangan kanan bebas bergerak untuk mengumpulkan jenis-jenis kerang-kerangan yang ditemukan di lumpur sekitar lokasi.

Keunggulan Tungkah: Lebih dari Sekadar Alat

Tungkah memiliki beberapa keunggulan vital yang menjadikannya tak tergantikan bagi nelayan dan masyarakat pesisir:

  1. Navigasi Lumpur: Memudahkan pergerakan dan penjelajahan di medan lumpur yang dalam, yang mustahil dilewati dengan berjalan kaki biasa.
  2. Transportasi dan Pengumpul Hasil: Berfungsi ganda sebagai alat transportasi di medan berlumpur dan wadah untuk mengumpulkan hasil tangkapan. Ini sangat meringankan beban nelayan saat membawa pulang hasil tangkapan.
  3. Efisiensi di Medan Berpasir: Bahkan di medan berpasir, tungkah tetap berguna. Saat menjaring ikan (mukek), tungkah bisa ditarik atau diseret dengan tali, memudahkan nelayan mengangkut hasil tangkapan yang berat ke darat.

Sunor Lestari dan Akek Tapah: Akar Sejarah Tungkah dan Ketahanan Komunitas

Sejarah penggunaan tungkah tak bisa dilepaskan dari kisah Sunor Lestari, sebuah daerah di Pangkal Niur, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka. Menurut cerita masyarakat Pangkal Niur, Sunor Lestari adalah pemukiman lama yang sangat strategis bagi nenek moyang mereka. Lokasinya yang dekat dengan pantai pesisir, hutan, dan sungai melimpah ruah sumber daya, sangat ideal untuk berkebun dan mencari lauk pauk. Bahkan, tempat ini juga berfungsi sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kekejaman penjajah pada masa lalu.

Akek Tapah (Tapah), seorang tokoh yang diyakini sebagai generasi pertama yang menetap di Sunor Lestari sekitar tahun 1876 hingga wafat pada 1945, merupakan figur sentral dalam kisah ini. Berasal dari Bukit Layang, Akek Tapah berlayar menggunakan sampan (perahu) melalui sungai dan teluk hingga akhirnya menemukan Sunor Lestari. Di sinilah ia memulai kehidupan baru bersama keluarganya, mengandalkan pertanian seperti ubi, padi, dan keladi, serta berburu hewan seperti burung dan mamalia kecil.

Namun, yang paling penting, Sunor Lestari juga menyediakan sumber makanan melimpah dari laut dan sungai, seperti berbagai jenis ikan dan kerang-kerangan (lukan, kerang dara, kupang, sumbun, tiram), serta kepiting bakau dan temilok dari hutan mangrove yang lestari. Sejak saat itulah, alat tungkah mulai digunakan untuk mengumpulkan hasil laut dan sungai ini, membantu Akek Tapah dan keluarganya hidup makmur dan berkecukupan. Kemakmuran ini kemudian menarik pendatang lain untuk ikut bermukim di Sunor Lestari.

Baca Juga : Alasan di Tetapkan Fatwa Haram Sound Horeg


Lomba Betungkah: Melestarikan Kearifan Lokal dan Menjaga Lingkungan

Panitia Lomba Betungkah Desa Pangkal Niur

Pangkal Niur, sebagai desa yang mayoritas penduduknya bergantung pada pertanian dan perkebunan, sangat menentang aktivitas penambangan timah ilegal. Mereka menyadari bahwa tambang tidak selamanya membawa kesejahteraan dan justru merusak lingkungan. Konflik ini memuncak pada 2018, ketika aktivitas penambangan ilegal merambah kawasan Pantai Sunor Lestari, yang merupakan warisan sejarah dan sumber penghidupan masyarakat.

Menyikapi ancaman tersebut, masyarakat Pangkal Niur bersama pemerintah desa, BPD, nelayan, tokoh masyarakat, dan karang taruna bersatu dalam gerakan penolakan. Salah satu aksi nyata adalah mengembangkan kawasan Pantai Sunor Lestari sebagai kawasan wisata kreatif berbasis masyarakat. Mereka membangun dermaga, mengembangkan wisata edukasi sejarah, dan wisata religi melalui kegiatan gotong royong “Betulong Bekepong” setiap minggunu.

Dari gerakan ini, lahirlah ide-ide kreatif untuk menarik perhatian publik, terutama tentang pentingnya menjaga kelestarian Sunor Lestari. Salah satu inisiatif paling menonjol adalah penyelenggaraan “Lomba Betungkah” yang pertama kali diadakan pada tahun 2019.

Makna Lomba Betungkah

Lomba Betungkah bukan sekadar perlombaan biasa; ia memiliki tujuan mulia:

  • Melestarikan Budaya: Menjadi upaya untuk melestarikan kearifan lokal penggunaan tungkah yang kini semakin jarang ditemukan, khususnya di Bangka Belitung.
  • Edukasi Lingkungan: Memberi tahu publik bahwa tungkah, sebagai alat mata pencarian, terancam keberadaannya karena pencemaran lingkungan akibat tambang ilegal. Lomba ini menjadi seruan untuk bersama-sama menjaga kawasan pesisir dan lokasi betungkah.

Diselenggarakan oleh Karang Taruna Pangkal Niur dan Nelayan Pesisir Sunor Lestari, dengan dukungan pemerintah dan organisasi peduli lingkungan, Lomba Betungkah rutin dilaksanakan setiap tahun pada bulan Juni atau Juli, saat air laut surut dalam waktu lama.

Dari awalnya hanya untuk masyarakat Pangkal Niur, lomba ini kini dibuka untuk desa-desa sekitar Teluk Kelabat Dalam, bahkan sudah mulai dibuka untuk umum. Masyarakat Pangkal Niur berharap kegiatan Lomba Betungkah ini akan terus berkembang, menjadi ciri khas desa mereka, dan bahkan suatu hari nanti dapat menjadi event lomba nasional yang diselenggarakan di Sunor Lestari.

Tungkah dan tradisi Betungkah adalah bukti nyata bagaimana masyarakat pesisir di Bangka telah beradaptasi dengan lingkungan mereka, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari identitas budaya. Lebih dari itu, melalui Lomba Betungkah, mereka menunjukkan semangat juang untuk menjaga warisan leluhur dan kelestarian alam demi masa depan generasi penerus.

Baca Juga : Menelusuri Asal-usul Provinsi dan Kabupaten di Bangka Belitung

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top